Wednesday, September 25, 2013

Haruskah Cowok Mencukur Rambut Kemaluan ?

 


Para pria harus secara serius mempertimbangkan untuk mencukur rambut kemaluan mereka. Mengapa? Ada banyak alasan untuk mencukur rambut kemaluan , dan semua alasan utama akan diuraikan dalam artikel ini. Sebagian besar pria sangat terobsesi untuk terlihat menawan di penampilan luar, tapi kita sering mengabaikan tampilan wilayah pribadi kita. Ini adalah waktunya untuk melakukan beberapa perawatan di wilayah pribadi kita juga.

1. Higienis. 

Daerah kemaluan adalah tempat berkembang biak yang baik bagi bakteri. Kita cenderung mudah berkeringat dan rambut akan menjebak panas dan keringat, yang menyebabkan bakteri berkembang biak dengan cepat. Akan berbau tidak enak. Pemangkasan atau menghilangkan rambut kemaluan Anda akan membuatnya lebih mudah untuk dibersihkan, tidak lupa bahwa Anda benar-benar akan berbau lebih sedap.

2. Terlihat lebih menarik bagi pasangan. 
Bayangkan jika dia berusaha untuk menemukan penis Anda saat berhubungan seks. Dia bahkan mungkin merasa tidak nyaman dengan semua kekacauan ini dan memberinya alasan tambahan untuk tidak melakukan oral pada Anda.

3. Ini mungkin terlihat menarik baginya. 
Dia mungkin merasa senang dengan ‘penemuan baru’ dan dia akan lebih dari bersedia untuk mencoba hal-hal baru dengan Anda.

4. Membuat skrotum sensitif. 
Skrotum yang dicukur terasa lebih sensitif dan halus untuk disentuh, dan Anda akan dapat menikmati proses dengan lebih baik. Si Dia juga akan lebih mungkin untuk membelai testis Anda.

5. Membuat penis anda terlihat lebih besar. 
Mencukur membuat penis terlihat lebih besar dan lebih panjang karena Anda menghilangkan rambut yang menutupi bagian dari penis Anda. Hilangkan bulu dan Anda akan menampakkan panjang penis Anda dengan ‘penuh’.

Poin untuk dicatat jika Anda memutuskan untuk mencukur rambut kemaluan Anda.

1. Bagian yang dicukur mungkin menjadi gatal dan ruam mungkin muncul. Ini adalah hal yang normal. Anda mungkin ingin memakai pakaian yang longgar dan boxer selama periode ini untuk menghindari iritasi lebih lanjut.
2. Investasi pada alat cukur manual yang baik. Tidak yakin apakah alat cukur listrik bekerja dengan baik, tetapi jangan membeli alat cukur sekali pakai yang murah karena akan menyayat kulit Anda.

source : http://priaoke.wordpress.com/2013/03/08/haruskah-cowok-mencukur-rambut-kemaluan/

Menelan Sperma Bikin Awet Muda?



Benarkah Menelan Sperma bisa awet Muda?

Rumor atau mitos yang mengatakan bahwa menelan air mani bikin awet muda sampai kini masih belum pernah dibuktikan oleh sebuah penelitian ilmiah. Efek meminum sperma diketahui hanya akan membawa dampak psikis terhadap peminumnya, dalam hal ini si peminum hanya akan bahagia karena merasa telah memuaskan pasangannya. Dalam sudut pandang kesehatan, air mani dilihat sebagai suatu substansi biologis yang dikeluarkan pria untuk membuahi sel-telur wanita melalui sebuah proses penyatuan telur dan sperma. 

Cairan semen atau yang disebut air mani dikenal sebagai seminal fluid, yang biasanya mengandung spermatozoa. Kandungan gizi yang tinggi pada air mani.  Yang jelas Air mani banyak mengandung zat gizi, seperti Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Johnson dan Everitt dalam bukunya yaitu "Essential Reproduction (2000)". Dalam buku tersebut mengungkapkan bahwa air mani berisi kandungan gizi yang tinggi. Dalam ejakulasi khas (kira-kira satu sendok teh), air mani sudah mengandung 150 mg protein, 11 mg karbohidrat, 6 mg lemak, 3 mg kolesterol, 7 persen US AKG kalium, tembaga dan seng.

Selain itu, sperma juga mengandung beberapa unsur zat gizi, seperti vitamin C, kalsium, asam sitrat, creatine, kolin, fruktosa, asam laktat, magnesium, nitrogen, fosfor, kalium, natrium dan vitamin B12.  

Efek samping jika meminum atau menelan sperma 

Meskipun air mani diketahui banyak mengandung zat gizi atau mineral tinggi, namun belum ada juga penelitian yang mengatakan jika menelan sperma akan membawa manfaat tubuh.Ada pendapat ahli yang mengatakan bahwa, sperma yang banyak kandungan gizinya dan sehat hanya bagus untuk pembuahan saja, selebihnya jika ditelan tidak akan membawa khasiat pada tubuh seperti halnya minum obat. Menelan sperma bukan berarti tanpa resiko, sebab sperma juga dapat mengandung bibit bibit penyakit dari pria yang tak sehat.Banyak sekali virus/bakteri penyebab penyakit yang dapat ditularkan melalui cairan tubuh penderita, seperti halnya sperma.

cheers.. 

Tips Pacaran Jarak Jauh


Terpisahkan oleh jarak bukan berarti hubungan cinta harus berakhir. Masih ada harapan untuk terus melanjutkan hubungan Anda, tentunya dengan perjuangan lebih. Memang hubungan jarak jauh tak selalu lebih mudah daripada hubungan biasa. Jika si dia memang pantas dipertahankan, tak ada salahnya Anda berdua sama-sama mencoba.

Rencana masa depan.
Seperti apa rencana masa depan hubungan Anda? Bagaimana akhir dari hubungan jarak jauh ini? Apakah nanti pasangan akan kembali ke kota asal atau Anda akan bergabung dengannya di kota yang baru? Rencana masa depan akan membuat Anda berdua merasa ada harapan. Walau rencana bisa saja berubah, setidaknya Anda dan pasangan akan selalu merasa ada akhir yang menyenangkan dari hubungan jarak jauh ini. Jujurlah pada diri sendiri dalam membuat rencana. Jangan berpura-pura setuju dengan rencana pasangan padahal dalam hati Anda berharap suatu saat rencana tersebut akan berubah. Kejujuran merupakan sikap yang penting dalam menjaga hubungan jarak jauh.

Komitmen.
Komitmen merupakan faktor yang tak kalah penting dari hubungan jarak jauh. Apa yang diharapkan atau tidak diharapkan untuk dilakukan pasangan saat berjauhan harus dibicarakan dari awal. Ceritakan sejujurnya apa harapan dan kekhawatiran Anda sehingga pasangan bisa mengerti. Cari solusi bersama jika ada hambatan dari awal. Ingat kalau hubungan ini tidak mudah dan perlu usaha lebih untuk melakukannya. Jangan mudah menyerah hanya karena masalah kecil yang masih bisa diselesaikan.  Beberapa pasangan gay lebih menyukai hubungan LDR atau jarak jauh ini, karena persoalan status orientasi seks yang menyukai sesama akan tetap aman dan privacy tetap terjaga serta bagi pria biseks yang beristri atau punya anak tetap aman dengan keluarganya dan status gay nya tidak terbuka dengan menjalani hubungan pacaran jarak jauh ini.

Komunikasi.
Dengan kemajuan teknologi tentu hal ini tak lagi jadi masalah. Lewat video chat, telepon, pesan singkat, media sosial, dan berbagai jalur komunikasi lainnya, jarak tak akan terasa terlalu jauh lagi. Bicarakan dari awal bagaimana “peraturan” tentang berkomunikasi. Apakah si dia bisa dihubungi kapan saja ataukah hanya pada waktu tertentu? Keadaan ini harus dimengerti dan diterima sejak awal agar tidak memicu konflik. Usahakan untuk saling mengerti keadaan masing-masing dan tidak saling menuntut berlebihan. Cari waktu yang santai dan tidak terburu-buru untuk saling berkabar. Usai bekerja atau kuliah, pada malam hari di saat yang santai mungkin merupakan waktu yang tepat. Tapi jika si dia sekali-sekali ada acara pada malam hari bersikaplah fleksibel dan atur waktu lain untuk saling berkomunikasi. Komunikasi yang baik tidak ditentukan oleh lamanya waktu Anda mengobrol tapi lebih pada kualitas pembicaraan.

Bertemu.
Jika memungkinkan, jadwalkan pertemuan sebisa mungkin. Usahakan untuk selalu seimbang dan tidak selalu menuntut pasangan untuk selalu mengunjungi Anda. Lakukan kunjungan secara bergantian sesuai dengan kesediaan waktu. Kenali lingkungan tempat tinggalnya, ke mana ia biasa pergi, dan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatannya sehari-hari agar Anda merasa lebih tenang. Isi waktu pertemuan Anda dengan hal-hal yang menyenangkan. Tak perlu merusak saat pertemuan Anda dengan memicu pertengkaran atau ngambek tanpa alasan yang jelas dan meributkan hal hal yang tidak penting, seperti rasa curiga tentang kesetiaan dia atau masalah status postingandi jejaring sosial. Jangan bersikap kekanakan dengan mencurigainya berlebihan.  Sikap yang demikian tidak akan membuat anda dan pasangan merasa nyaman dan tenang, tapi hanya akan menguras energi untuk hal  yang konyol. Perhatian kecil Walau Anda sering berkomunikasi tetap saja perhatian-perhatian kecil secara langsung juga tak kalah penting. Pada momen-momen spesial kirimkan ia hadiah melalui pos untuk membuatnya senang. Perhatian-perhatian kecil semacam itu membuat ia merasa spesial dan membuat Anda seakan ada di sana bersamanya.
Tak ada salahnya sesekali kejutkan ia dengan kedatangan Anda. Namun sebelumnya pastikan Anda mengetahui ia sedang dalam keadaan tidak sibuk dan memiliki waktu luang.


Percaya.
Kepercayaan merupakan kunci utama dalam hubungan jarak jauh. Cemburu dan bersikap posesif hanya akan menggerogoti hubungan Anda pelan-pelan. Apakah Anda mampu bersikap percaya dan menahan rasa cemburu Anda demi mempertahankan cintanya? Jika tidak, sebaiknya singkirkan niat untuk berhubungan jarak jauh. Hubungan jarak jauh memerlukan suasana yang kondusif untuk berhasil. Sikap cemburu, posesif, dan mudah emosi bisa dengan mudah menghancurkan hubungan Anda. Jika dari awal Anda dan kekasih sudah berkomitmen untuk menjalani hubungan ini maka persiapkanlah diri Anda. Seringkali Anda memang harus menerima dan percaya apa yang dikatakan kekasih walau pikiran negatif sering membayangi.



Cari kegiatan.
Jangan hanya terus memfokuskan pikiran Anda pada si dia. Ingat, Anda juga masih punya kehidupan yang lain. Jalani kegiatan Anda dengan semangat agar tak terus menerus memikirkan dia. Jangan tinggalkan kebiasaan pergi bersama teman, mengikuti kursus sesuai hobi, atau menghabiskan waktu bersama keluarga tercinta hanya untuk memikirkan dia.  Atau menghabiskan waktu hanya untuk telpon telponan dengan dia dan melupakan waktu dengan keluarga, membereskan kamar atau pekerjaan, dll. Saling ketergantungan terhadap pasangan yang terus menerus akan membuat hubungan ini semakin berat. Jika biasanya Anda pergi ke bengkel bersama kekasih, kini usahakan pergi sendiri atau ajak orang terdekat Anda untuk menemani. Kemampuan Anda beradaptasi dan menjalani hidup dengan semangat sangat mempengaruhi keberhasilan dalam hubungan ini


source : http://www.igama.or.id/2013/01/tips-bf-an-jarak-jauh/

Monday, September 23, 2013

Adult Story : Pembantu Jadi Pejantan


TERSINGGUNG KATA
Rumah yang mewah, uang yang berlebihan dan fasilitas hidup yang lebih dari cukup ternyata bukan kunci kebahagiaan untuk seorang wanita. Apalagi untuk seorang wanita yang muda, cantik dan penuh vitalitas hidup seperti Sari. Sudah satu bulan ini ia ditinggal suaminya bertugas ke luar kota. Padahal mereka belum lagi enam bulan menikah. Pasti semakin mengesalkan juga, untuk Sari, kalau tugas dinas luar kota diperpanjang di luar rencana. Seperti malam itu, ketika Baskoro, suami Sari, menelepon untuk menjelaskan bahwa ia tidak jadi pulang besok karena tugasnya diperpanjang 2 - 3 minggu lagi. Sari keras mem-protes, tapi menurut suaminya mau tidak mau ia harus menjalankan tugas. Waktu Sari merayunya, supaya bisa datang untuk ‘week-end’ saja, Baskoro menolak. Katanya terlalu repot jauh-jauh datang hanya untuk sekedar ‘indehoy.’ Dengan hati panas Sari bertanya: “Lho mas, apa kamu nggak punya kebutuhan sebagai laki-laki?” Mungkin karena suasana pembicaraan dari tadi sudah agak tegang seenaknya Baskoro menjawab, … “Yah namanya laki-laki, di mana aja kan bisa dapet.”

Dalam keadaan marah, tersinggung, bercampur gemas karena birahi, Sari membanting gagang telepon. Ia merasa sesuatu yang ‘nakal’ harus ia lakukan sebagai balas dendam kepada pasangan hidup yang sudah demikian melecehkannya. Kembali ia teringat kepada pembicaraannya dengan Minah beberapa hari yang lalu, kala ia tanyakan bagaimana pembantu wanitanya itu menyalurkan hasrat sex-nya.

Waktu itu ia bercanda mengganggu janda muda yang sedang mencuci piring di dapur itu. “Minah, kamu rayu aja si Iman. Kan lumayan dapet daun muda.” Minah tersenyum malu-malu. Katanya, “Ah ibu bisa aja … Tapi mana dia mau lagi.” Lalu sambil menengok ke kanan ke kiri, seolah-lah takut kalau ada yang mendengar Minah mengatakan sesuatu yang membuat darah sari agak berdesir. “Bu, si Iman itu orangnya lumayan lho. Apalagi kalau ngeliat dia telanjang nggak pakai baju.” Pura-pura kaget Sari bertanya dengan nada heran: “Kok kamu tau sih?” Tersipu-sipu Minah menjelaskan. “Waktu itu malam-malam Minah pernah ke kamarnya mau pinjem balsem. Diketuk-ketuk kok pintunya nggak dibuka. Pas Minah buka dia udah nyenyak tidur. Baru Minah tau kalau tidur itu dia nggak pakai apa-apa.” Tersenyum Sari menanyakan lebih lanjut. “Jadi kamu liat punyaannya segala dong?” Kata Minah bersemangat, “Iya bu, aduh duh besarnya. Jadi kangen mantan suami. Biarpun punyanya nggak sebesar itu.” Setengah kurang percaya Sari bertanya, “Iman? Si Iman anak kecil itu?” “Iya bu!” Minah menegaskan. “Iya Iman si Pariman itu. Kan nggak ada yang lainnya tho bu.” Lalu dengan nada bercanda Sari bertanya mengganggu,”Terus si Iman kamu tomplok ya?” Sambil melengos pergi Minah menjawab, “Ya nggak dong bu, ” kata Minah sambil buru-buru pergi.
 
PIKIRAN NAKAL
Dalam keadaan hati yang panas dan tersinggung jalan pikiran Sari menjadi lain. Ia yang biasanya tidak terlalu memperdulikan Iman, sekarang sering memperhatikan pemuda itu dengan lebih cermat. Beberapa kali sampai anak muda itu merasa agak rikuh. Dari apa yang dilihatnya, ditambah cerita Minah beberapa hari yang lalu, Sari mulai merasa tertarik. Membayangkan ‘barang kepunyaan’ Iman, yang kata Minah “aduh duh” itu membuat Sari merasa sesuatu yang aneh. Mungkin sebagai kompensasi atau karena gengsi sikapnya menjadi agak dingin dan kaku terhadap Iman. Iman sendiri sampai merasa kurang enak dan bertanya-tanya apa gerangan salahnya.

Pada suatu hari, setelah sekian minggu tidak menerima ‘nafkah batin’nya, perasaan Sari menjadi semakin tak tertahankan. Malam yang semakin larut tidak berhasil membuatnya tertidur. Ia merasa membutuhkan sesuatu. Akhirnya Sari berdiri, diambilnya sebuah majalah bergambar dari dalam lemari dan pergilah ia ke kamar Iman di loteng bagian belakang rumah. Pelan-pelan diketuknya pintu kamar Iman. Setelah diulangnya berkali-kali baru terdengar ada yang bangun dari tempat tidur dan membuka pintu. Wajah Iman tampak kaget melihat Sari telah berdiri di depannya. Apalagi ketika wanita berkulit putih yang cantik itu langsung memasuki ruangannya. 

Agak kebingungan Iman melilitkan selimut tipisnya untuk menutupi tubuh bagian bawahnya. Melihat tubuh Iman yang tidak berbaju itu Sari menelan air liurnya. Lalu dengan nada agak ketus ia berkata, “Sana kamu mandi, jangan lupa gosok gigi.” Iman menatap kebingungan, “Sekarang bu?” Dengan nada kesal Sari menegaskan, ‘Ia sekarang ,,, udah gitu aja nggak usah pake baju segala.” Tergopoh-gopoh Iman menuju ke kamar mandi, memenuhi permintaan Sari. Sementara Iman di kamar mandi Sari duduk di kursi, sambil me!ihat-lihat sekitar kamar Iman. Pikirnya dalam hati, “Bersih, rapih juga ini anak.”
 
MENCOBA JANTAN
Kira-kira sepuluh atau lima belas menit berselang Iman telah selesai. “Maaf bu …,” katanya sambil memasuki ruangan. Ia hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggangnya.”Saya pake baju dulu bu,” katanya sambil melangkah menuju lemari pakaiannya. Dengan nada ketus Sari berkata,”Nggak usah. Kamu duduk aja di tempat tidur … Bukan, bukan duduk gitu, berbaring aja.” Lalu sambil melempar majalah yang dibawanya ia menyuruh Iman membacanya. Sambil melangkah keluar Sari sempat berkata “Sebentar lagi saya kembali.” Dengan kikuk dan kuatir Iman mulai membalik halaman demi halaman majalah porno di tangannya. Tapi ia tidak berani bertanya kepada Sari, apa sebenarnya yang wanita itu inginkan.

Setelah saat-saat yang menegangkan itu berlangsung beberapa lama, Iman mulai terangsang juga melihat berbagai adegan senggama di majalah yang berada di tangannya itu. Ia merasa ‘alat kejantanannya mengeras. Tiba-tiba pintu kamar terbuka dan Sari melangkah masuk. Iman berusaha bangkit, tapi sambil duduk di tepi pembaringan Sari mendorong tubuhnya sampai tergeletak kembali. Tatapan matanya dingin, sama sekali tidak ada senyuman di bibirnya. Tapi tetap saja ia terlihat cantik. “Iman dengar kata-kata saya ya. Kamu saya minta melakukan sesuatu, tapi jangan sampai kamu cerita ke siapa-siapa. Mengerti?” Iman hanya dapat mengangguk, walaupun ia masih merasa bingung. Hampir ia menjerit ketika Sari menyingkap handuknya terbuka. Apalagi ketika tangannya yang halus itu memegang ‘barang kepunyaan’nya yang tadi sudah tegang keras. “Hm ….. Besar juga ya punya kamu,” demikian Sari menggumam. Diteruskannya mengocok-ngocok ‘daging kemaluan’ Iman, dengan mata terpejam. Pelan-pelan ketegangan Iman mulai sirna, dinikmatinya sensasi pengalamannya ini dengan rasa pasrah.

Tiba-tiba Sari berdiri dan langsung meloloskan daster yang dikenakannya ke atas. Bagai patung pualam putih tubuhnya terlihat di mata Iman. Walaupun lampu di kamar itu tidak begitu terang, Iman dapat menyaksikan keindahan tubuh Sari dengan jelas. Tertegun ia memandangi Sari, sampai beberapa kali meneguk air liurnya. Tidak lama kemudian Sari naik ke tempat tidur, diambilnya posisi mengangkangi Iman. Masih dengan nada ‘judes’ ia berkata … “Yang akan saya lakukan ini bukan karena kamu, tapi karena saya mau balas dendam. Jadi jangan kamu berpikiran macam-macam ya.” Lalu digenggamnya lagi ‘tonggak kejantanan” Iman dan diusap-usapkannya ‘bonggol kepala’nya ke bibir kemaluan’nya sendiri. Terus menerus dilakukannya hal ini sampai ‘vagina’nya mulai basah. Lalu ditatapnya Iman dengan pandangan yang tajam. Katanya dengan suara ketus, … “Jangan kamu berani-berani sentuh tubuh saya.” Setelah itu, … “Juga jangan sampe kamu keluar di ‘punyaan’ saya. Awas ya.” Lalu di-pas-kannya ‘ujung kemaluan’ Iman di ‘bibir liang kewanitaan’nya dan ditekannya tubuhnya ke bawah. Pelan-pelan tapi pasti ‘barang kepunyaan’ Iman menusuk masuk ke ‘lubang kenikmatan’ Sari. ‘Aduh … Ah … Man, besar amat sih” demikian Sari sempat merintih. 

Setelah ‘kemaluan’ Iman benar-benar masuk Sari mulai menggoyang pinggulnya. Suaranya sesekali mendesah keenakan. Tidak lama kemudian dicapainya ‘orgasme’nya yang pertama. Hampir seperti orang kesakitan suara Sari mengerang-erang panjang. “Aah … Aargh … Aah, aduh enaknya … ” Seperti orang lupa diri Sari mengungkapkan rasa puasnya dengan polos. Tapi ketika Sari sadar bahwa kedua tangan Iman sedang mengusapi pahanya yang putih mulus, ditepisnya dengan kasar. “Tadi saya bilang apa …!” Iman ketakutan, … “Maaf bu.” Lalu perintah Sari lagi, … “Angkat tangannya ke atas.” Iman menurutinya, katanya … “Baik bu.” Begitu melihat bidang dada dan buluketiak Iman Sari kembali terangsang. Sekali lagi ia menggoyang pinggulnya dengan bersemangat, sampai ia mencapai ‘orgasme’nya yang kedua. Setelah itu masih sekali lagi dicapainya puncak kenikmatan, walaupun tidak sehebat sebelumnya. Iman sendiri sebetulnya juga beberapa kali hampir keluar, tapi karena tadi sudah di’wanti-wanti,’ maka ditahannya dengan sekuat tenaga. Rupanya Sari sudah merasa puas, karena dicabutnya ‘alat kejantanan’ Iman yang masih keras itu. Dikenakannya kembali dasternya. Sekarang wajahnya terlihat jauh lebih lembut. Sebelum meninggalkan kamar Iman sempat ia menunjukkan apresiasi-nya. “Kamu hebat Man …” lalu sambungnya “Lusa malam aku kemari lagi ya.” Setelah itu masih sempat ia berpesan, …. “O iya, kamu terusin aja sekarang sama Minah … Dia mau kok.” Iman hanya mengangguk, tanpa mengucapkan apa-apa.

Sampai lama Iman belum dapat tertidur lelap, membayangkan kembali pengalaman yang baru saja berlalu. Kehilangan ke’perjaka’an tidak membuat Iman merasa sedih. Malah ada rasa bangga bahwa seorang wanita cantik dari kalangan berpunya seperti Sari telah memilih dirinya.
 
PEJANTAN GAGAH
Sesuai pesannya dua malam kemudian Sari datang lagi ke kamar Iman. Kali ini pemuda itu sudah betul-betul menyiapkan dirinya. Jadi Sari tinggal menaiki tubuhnya dan menikmati ‘alat kejantanan’nya yang keras itu. Walaupun suaranya masih ketus meminta Iman untuk sama-sekali tidak menyentuh tubuhnya, kali ini Sari sampai meremas-remas dada dan pinggul Iman ketika mencapai ‘orgasme’nya. Bahkan tidak lupa wanita cantik itu sempat memuji pemuda yang beruntung itu. Katanya, … “Man, Pariman, kamu hebat sekali. Selama kawin aku belum pernah sepuas sekarang ini. Terma kasih ya.” Iman hanya menjawab terbata-bata, … “Saya … Saya … seneng … Hm … Bisa nyenengin bu Sari.” Sambil membuka pintu kamar Sari berpesan. Katanya, …. “Iya Man, tapi jangan bosen ya.” Lalu tambahnya lagi, … “Udah, sekarang kamu terusin sama Minah sana. Aku mau tidur dulu ya.”

Dua malam kemudian kembali Sari menyambangi kamar Iman. Kebetulan tanpa penjelasan apapun siangnya ia sempat meminta pemuda itu untuk mengganti seprei ranjang dan sarung bantalnya. “Man … Kamu capek nggak? Sari bertanya dengan lembut. Rupanya berkali-kali dipuaskan pemuda itu membuatnya sikapnya lebih ramah. Iman tersenyum, … “Nggak kok bu. Saya siap dan seneng aja melayani ibu.” Tanpa malu-malu langsung Sari melepaskan daster-nya. Setelah itu dilorotnya kain sarung Iman. Dengan takjub ia memandangi kepunyaan lelaki itu. Tanpa sadar sempat ia memuji, … “Aduh Man, udah besar amat sih kepunyaanmu.” Lalu sambil mengocok-ngocoknya Sari sempat berkata, … “Hm Man, keras lagi.” Lalu sambil membaringkan tubuhnya ia meminta, … “Kamu dari atas ya Man. Aku mau coba di bawah.” Langsung Iman memposisikan ‘kemaluan’nya di antara celah paha Sari. Lelaki muda itu betul-betul terangsang melihat kemolekan nyonya muda yang sedang marah kepada suaminya itu. Tidak pernah terbayang sebelumnya bahwa ia boleh mencicipi tubuh yang seputih dan semulus ini. Apalagi Sari sekarang tidak lagi judes dan ketus seperti pada malam-malam sebelumnya, sehingga semakin tampak saja kecantikannya. Sempat terpikir oleh pemuda itu mungkin judes dan ketusnya dulu itu hanya untuk mengatasi rasa malu dan gengsinya saja. “Man …” Sari memanggilnya lembut, setengah berbisik. “Iya bu …” “Kamu gesek-gesek punyaanmu ke punyaanku dulu ya. Terus masukinnya nanti pelan-pelan.” Diikutinya permintaan Sari, digesek-geseknya ‘bibir kemaluan’ Sari dengan ‘ujung kejantanannya.’ Sari mendesah kegelian, hingga membuat Iman lupa diri. 

Tangannya mulai mengusap-usap paha dan perut Sari. Tapi wanita cantik itu menepis tangannya. “Jangan sentuh tubuhku, jangan ….” serunya tegas. Iman segera berhenti, ditariknya tangannya. Tidak berapa lama kemudian terdengar Sari meminta. “Man, masukin pelan-pelan Man. Tapi ingat … Jangan sampai keluar di dalam ya.” Pelan-pelan Iman mendorong ‘batang keras’nya memasuki ‘liang kenikmatan’ Sari. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit, ‘tombak kejantanan’nya menerobos masuk. Sari terus mendesah keenakan. “Maaf bu, saya mohon ijin memegang paha ibu, supaya punya ibu lebih kebuka.” Akhirnya Iman memberanikan diri meminta. Dengan terpaksa Sari mengijinkan, … “Iya deh. Tapi bagian bawahnya aja ya.” Begitu diberi ijin Iman langsung melakukannya. Walaupun tubuhnya tegak, karena kuatir menetesi tubuh Sari dengan keringatnya, ia dapat menghunjamkan ‘barang kepunyaan’nya masuk lebih jauh. “Ah Man, enak sekali.” Sari berseru keenakan. Langsung Iman menggoyangkan pinggulnya, ke kanan dan ke kiri, mundur dan maju. Sari terus mendesah keenakan, semakin lama semakin keras. Pada puncaknya ia menjerit lembut dan mengerang panjang. “Aduh Man, aku udah. Aduh enak sekali. Aaah, Maaan …. Aaah!”

Sementara beristirahat Iman menarik keluar ‘batang kemaluan’nya dan melapnya dengan handuk. Dengan tatapan penuh hasrat Sari memandangi ‘kemaluan’ Iman yang tetap kaku dan keras. Pada ‘ronde’ berikutnya Iman yang bertindak mengambil inisiatif. “Maaf bu …” katanya sambil kedua tangannya mendorong paha mulus Sari hingga terbuka lebar. Sari hanya mengangguk lemah, sikapnya pasrah. Rupanya rasa gengsi atau angkuhnya sudah mulai sirna di hadapan pemuda pejantannya. Ditatapnya wajah Iman dengan seksama. Sekarang baru ia sadar bahwa Iman bukan hanya jantan, tapi juga lumayan ganteng. Begitu berhasil menembus ‘liang kemaluan’ Sari, yang merah merangsang itu, Iman mulai beraksi. Sekali lagi goyangannya berakhir dengan kepuasan Sari. … setelah itu sekali lagi …
Sari tergolek lemah. Dibiarkannya Iman memandangi tubuhnya yang terbaring tanpa busana. Mungkin karena itulah ‘alat kejantanan’ Iman, yang memang belum ber-’ejakulasi,’ tetap berada dalam keadaan tegang. “Man … ” suara Sari terdengar memecah keheningan. “Kamu kok hebat sekali sih? Udah sering ya?” 

Iman menggelengkan kepalanya. “Belum pernah bu. Baru sekali ini saya melakukan. Sama ibu ini aja.” Dengan heran Sari menatapnya, lalu tersenyum karena teringat sesuatu. Tanyanya langsung, … “Tapi udah dikeluarin sama Minah kan?” Jawab Iman, … “Belum kok bu.” Semakin heran Sari. “Lho yang kemarin-kemarin itu? Kan udah saya kasih ijin.” Dengan polos Iman menjawab, … “Iya bu, tapi saya nggak kepengen.” Sari penasaran, … “Lho kenapa?” Dengan polos Iman menjawab, … “Abis barusan sama ibu yang cantik, masa’ disambung sama mbak Minah. Rasanya kok eman-eman ya bu.” “Jadi selama ini kamu tahan aja?” Jawab Iman, … “Iya bu, menurut saya kok sayang.” Entah bagaimana Sari merasa senang mendengar jawaban Iman. Ada rasa hangat di hatinya. “Ah sayang aku udah puas. Mana besok mens lagi …” Tapi ada rasa kasihan juga yang membersit di hatinya. Hebat juga pengorbanan Iman, yang lahir dari penghargaan kepadanya itu. Akhirnya ia mengambil keputusan …

“Sini Man, sekarang kamu yang baring di sini.” Kata Sari sambil bangun dari posisinya semula. Iman menatapnya dengan pandangan bertanya, tapi diikutinya permintaan majikannya. Sari segera membersihkan ‘barang kepunyaan’ Iman dengan handuk. Karena dipegang-pegang ‘daging berurat’ milik Iman kembali mengeras penuh. Sambil duduk di tepi ranjang Sari mulai mengelus-elusnya. Sempat ia berdecak kagum menyaksikan kekokohan dan kerasnya. Dirasakannya ukuran ‘daging keras’ Iman yang besar, ketika berada dalam genggaman tangannya. Keenakan Iman, hingga matanya sesekali terpejam. Bibirnya juga mendesis, bahkan sesekali mengerang. Tangan kanannya di tempatkannya di bawah kepalanya. Tangan kirinya mengusap-usap lengan Sari yang sedang mengocok-ngocok ‘barang kepunyaan’nya. Kali ini Sari membiarkan apa yang pemuda itu ingin lakukan. Setelah beberapa saat berlalu Iman mulai mendekati puncak pengalamannya. “Bu, saya hampir bu” Lalu lanjutnya lagi, “Awas bu, awas kena, saya udah hampir.” Sari hanya tersenyum. Katanya, “Lepas aja Man, nggak apa-apa kok.” Setelah berusaha menahan, demi memperpanjang kenikmatan yang dirasanya, akhirnya Iman terpaksa menyerah. “Aduh bu aduuuh aaah …” Cairan kental ‘muncrat’ terlontar berkali-kali dari ‘daging keras’nya, yang terus dikocok-kocok Sari. 

Tanpa sadar kedua tangan Iman mencengkeram lengan Sari dan menariknya. Tubuh wanita itu tertarik mendoyong ke atas tubuh Iman. Akibatnya cairan kental Iman juga tersembur ke dada dan perutnya. Tapi Sari membiarkannya saja, seakan-akan menyukainya. Setelah ‘air mani’nya terkuras habis baru Iman sadar atas perbuatannya. “Maaf bu, saya tidak sengaja …” Matanya terlihat kuatir. Sari hanya tersenyum, “Nggak apa-apa kok Man.” Lalu sambungnya, … “Aduh Man, kentelnya punyaan kamu. Banyak amat sih muatannya. .” Iman bernafas lega, apalagi ketika dilihatnya Sari melap badannya sendiri, lalu setelah itu badan dan ‘batang terkulai’ miliknya dengan handuk.

Sambil bangkit berdiri Sari mengenakan dasternya. Lalu ia berdiri di depan Iman yang masih duduk di tepi pembaringan. “Menurut kamu aku cantik nggak Man?” Tanyanya kepada pemuda itu. “Cantik dong bu, cantik sekali.” Sambil mengelus pipi Iman ia bertanya lagi, … “Kamu bisa nggak sementara nahan dulu?” Iman terlihat kecewa, “Berapa hari bu?” Tersenyum manis Sari menjwab, Yah, sekitar 5-6 hari deh.” Iman mengangguk tanda mengerti dan menatapnya dengan pandangan sayang. Sari membungkuk dan meremas ‘batang kemaluan’ Iman yang masih lumayan keras. “Punya kamu yang besar ini simpan baik-baik ya buat aku.” Lalu dengan gayanya yang manis ‘kemayu’ ia membuka pintu dan melangkah keluar.
 
MENGUMBAR HASRAT
Sementara berlangsungnya masa penantian cukup banyak perubahan yang terjadi. Iman sekarang nampak lebih baik penampilannya daripada waktu-waktu sebelumnya. Rambutnya ia cukur rapi dan pakaian yang dikenakannya selalu bersih. Ia sendiri tampak semakin PD atau percaya diri, kalaupun sikapnya kepada Sari tetap sopan dan santun. Apalagi ia yang dulu-dulu tidak pernah dipandang sebelah mata, oleh nyonyanya, sekarang sering diajak mengobrol atau menonton TV. Semua ini tentu saja menimbulkan tanda-tanya, terutama dari orang-orang seperti Minah. Apalagi Sari sering tanpa sadar membicarakan tentang Iman, dengan nada yang memuji. Di waktu malam Sari kadang-kadang terlihat melamun sendiri. Tapi rupanya bukan memikirkan tentang suaminya yang lama bertugas ke luar Jawa. Ia malah sedang merindukan orang yang dekat-dekat saja.

Setelah selesai masa menstruasi-nya Sari masih menunggu dua hari lagi, setelah itu baru ia merasa siap. Sore itu ketika berpapasan dengan Iman ia memanggilnya. “Shst sini Man.” Iman menghampirinya, … “Ada apa bu?” Dengan berseri-seri Sari menjelaskan, … “Nanti malam ya.” Iman merasa senang. “Udah bu? Kalau begitu saya tunggu di kamar saya ya bu. Nanti saya beresin.” Tapi kata Sari, … “Ah jangan, kamu aja yang ke kamarku. Jam 11-an ya?” Sambil melangkah pergi dengan tersenyum Iman mengiyakan.

Sari benar-benar ingin tampil cantik. Dibasuhnya tubuhnya dengan sabun wangi merk ‘channel.’ Tidak lupa dikeramasnya juga rambutnya yang hitam, panjang dan lebat itu. Lalu dikenakannya gaun malam yang paling ’sexy,’ yang terbuka punggung dan lengannya. Sengaja tidak dipakainya ‘bra.’ Setelah itu masih dibubuhinya tubuhnya dengan ‘perfume’ dan sedikit kosmetik. Begitu juga dengan Iman. Setelah mandi dan keramas dipakainya ‘deodorant’ dan ‘cologne’ pemberian Sari. Jam sebelas kurang sudah diketuknya pintu ruang tidur utama, yaitu kamar Sari.

Sari membuka pintu dan menggandeng tangan Iman. Pemuda itu tertegun menyaksikan kecantikan wanita yang berkulit putih itu. Sari mengajak Iman duduk di tepi ranjang. Ditatapnya mata pemuda itu yang balik menatapnya dengan rasa kagum. Sari tersenyum. “Malam ini kamu hanya boleh manggil aku Sari atau sayang. Mau kan?” Iman mengangguk sambil menelan ludah. Kata Sari lagi, … “Malam ini ini kamu boleh memegang saya dan melakukan apa aja yang kamu mau.” Agak gugup Iman menjawab, … “Eng … Terima kasih … Eng … Sayang. Kamu kok baik sekali. Kenapa? Saya ini orang yang nggak punya apa-apa dan nggak bisa ngasih apa-apa.” Sari merangkulkan tangannya ke leher Iman dan menidurkan kepalanya di bahu iman. “Kamu salah Man. Kamu itu laki-laki yang bisa memberi saya kepuasan yang total. Sejak kawin saya belum pernah mengalami seperti yang saya dapat dari kamu.” Lalu sambil tersenyum Sari meminta, … 

“Sini Yang, cium aku.” Iman mendekatkan bibirnya ke bibir Sari, lalu menciumnya. Tapi karena kurang berpengalaman akhirnya Sari yang lebih agresif, baru kemudian Iman mengikuti secara lebih aktif. Kedua bibir itu akhirnya saling berpagutan dengan penuh semangat. Dengan penuh gairah Sari melepas baju Iman. Sebaliknya Iman agak malu-malu pada awalnya, tapi akhirnya menjadi semakin berani. Dilepasnya gaun malam Sari, sambil diciuminya lehernya yang ramping, panjang dan molek itu. Dengan gemas tangannya meremas buah dada Sari yang ranum. 

Karena Sari membiarkan saja akhirnya ia berani menciumi, lalu mengulum puting buah dada yang indah itu. Sari kegelian. Tangannya mengusap-usap tonjolan di celana Iman. Kemudian dibukanya ‘ruitslijting’ celananya. Tangannya menguak celana dalam Iman dan masuk untuk menggenggam ‘batang kemaluan’nya yang telah mengeras. Tangan Iman juga langsung melepas celana dalam Sari, kemudian langsung ditaruhnya tangannya di celah paha Sari. Wanita cantik itu mengerang nikmat, rupanya sebelum dengan Iman rasanya cukup lama juga ‘milik berharga’nya itu tidak disentuh tangan lelaki. Kemudian Sari berlutut di depan Iman, hingga membuat pemuda itu merasa jengah. Ditariknya celana panjang Iman, sampai lepas. Lalu dimintanya Iman berbaring di tempat tidur.

Iman sempat merasa agak kikuk, tapi gairah Sari segera membuatnya merasa nyaman. Dipeluknya wanita itu dikecup-kecupnya lengan, dada, perut, bahkan pahanya. Karena kegelian Sari mendorong dada Iman hingga sampai terbaring. Sekarang gantian ia yang menciumi tubuh pemuda itu. Dengan mantap dilorotnya celana dalam Iman hingga terlepas. Cepat digenggamnya ‘batang kemaluan’ Iman yang sudah tegang keras berdenyut-denyut. “Man, Iman, besarnya punya kamu. Keras lagi …” 

Iman tersenyum, … “Abis kamu cantik sih Yang.” Sambil mengocok-ngocok ‘kemaluan’ Iman dengan manja Sari berkata, … “Rasanya aku gemes deh Man.” Iman tersenyum nakal, entah apa yang ada dipikirannya. Ia hanya menanggapi singkat, … “Kalau gemes gimana dong Yang?” Sari tersenyum manis. Tiba-tiba diciuminya ‘kemaluan’ Iman, hingga membuat pemuda itu terkejut. Dengan tatapan heran, tapi senang, dilihatnya Sari kemudian menjilati ‘alat kejantanan’nya. Mulai dari ‘bonggol kepala,’ terus sepanjang ‘batang’nya, bahkan sampai ke ‘kantung buah zakar’nya. Ketika Sari mengulum ‘kemaluan’nya di mulutnya Iman mengerang keenakan. 

“Aduh sayang, aduh enak sekali … Ah enaknya.”
Akhirnya Iman tidak tahan lagi. Ditariknya Sari dengan lembut lalu dibaringkannya terlentang. Didorongnya kedua paha Sari hingga terbuka lebar. Masih sempat diciumi dan dijilatinya tubuh Sari bagian atas, termasuk mengemut puting buah dadanya seperti bayi yang lapar. Lalu pelan-pelan didorongnya ‘alat kejantanan’nya masuk, menguak bibir ‘vagina’ Sari yang ranum, menyusuri liang kenikmatannya. “Pelan-pelan Man, … Punya kamu terasa besar amat sih malam ini, … Aah …” Sari mengerang keenakan. Akhirnya dengan sentakan terakhir Iman menghunjamkan ‘batang kemaluan’nya yang besar itu masuk. Begitu ia menggoyang pinggulnya Sari langsung mendesah. Rasanya nikmat sekali digagahi pemuda yang penuh vitalitas dan enerji ini. Iman terus menggerakkan ‘alat kejantanan’nya maju mundur, hingga membuat Sari mendesah dengan tanpa henti. Akibat gaya Iman yang agresif ini Sari tidak mampu menahan dirinya lebih dari 10 menit. Ia merasa seperti dilambungkan tinggi, sewaktu dicapainya puncak ‘orgasme’nya yang pertama. “Aduh Man, aduh, aku sayang kamu …. Aaah” Erangan panjang keluar dari bibir Sari. Tapi Iman ternyata masih kuat. Diteruskannya gerakan maju-mundur dengan pinggulnya. 

Akibatnya sensasi nikmat Sari, yang tadi hampir mereda, mulai meningkat lagi. Lima belas menit atau dua puluh menit berlalu sampai terdengar lagi jeritan Sari. “Man … Pariman … Yang … Aku lagi … Yang … Aaah … Aaah” Sekali inipun Iman merasa sudah hampir tiba di ujung daya tahannya. “Sari … Sayang, saya hampir …. Boleh?” Dengan nafas tersengal-sengal Sari memintanya, … “Iya Man, lepas sekarang Man …” Segera Iman mendorong dengan hentakan-hentakan keras. “Sari … Sayang … Aaah” Begitu Iman menyemburkan ’sperma’nya ke dalam ‘vagina’ Sari, ujung kepala kemaluannya berdenyut-denyut. Akibatnya Sari kembali merasa kegelian yang nikmat. “Man aduh Man aduh …”

Sari terkulai lemah. “Peluk aku dong Yang …” Disusupkannya kepalanya di ketiak Iman. Tangannya mengusap-usap dadanya yang berkeringat. “Kamu puas Man …?” Tanya Sari kepada Iman. “Puas Sayang, puas sekali” Dalam keheningan malam mereka berdua terbaring saling berpelukan, sampai Iman merasa tenaganya pulih. Sekali lagi ia minta dilayani. Walaupun Sari sudah merasa cukup, dipenuhinya kemauan pejantan mudanya itu. Dengan kagum dirasakannya bagaimana sekali lagi ia dipuaskan oleh birahi Iman. Akhirnya baru menjelang subuh Iman beranjak pergi untuk kembali ke kamarnya.

tamat

Pria Berkeringat Itu Sexy??

 

Mendengar kata itu..apa yang terlintas di pikiran kamoe2 smua??
David Beckham, Brad Pitt, Paul Walker, Rorry Ashari, Adrian Maulana dan sederet superstar lainnya..

Yah..fisikly mereka memang pria2 yang layak menyandang gelar “SEXY” tersebut. Sudah ganteng, body Oks bgt, nge-top, kaya lagi..
Tapi penilaian sexy menurut saia beda..ada yang jauh dari criteria yang tersebut diatas.
Lalu siapa pria sexy itu??





Kalo menurut saia..pria sexy adalah pria yang berkeringat.. tapi dengan syarat ‘bau tidak menyengat’. Hehehehehehe..
Kenapa?? Karena pria berkeringat menunjukkan kalo dy pekerja keras, tidak berpangku tangan alias g ganteng2an doank. He..he.he..
Kalo keringat karena olahraga?? Wah..ini nilai plus ke’sexy’an dari seseorang..karena
olahraga bisa membentuk body sedemikian rupa, sehat lagi.

Lalu..how about keringetan gara2 terik panas bara api membakar tubuhku (lho..koq malah dangdutan..). itu juga sexy. Kan masuk criteria tidak b’pangku tangan..g mungkin dumz orang berpanas2an kalo g melakukan sesuatu..iya kan..hari gini daripada panas2an..mending tidur kalee..
Apapun itu kegiatannya..pokoknya pria berkeringat itu yang sexy menurut saia.
G peduli mw ganteng, body tinggi semampai n bohay ato yang biasa2 ajah, item, g ganteng, pendek dan apapun itu profesinya...mw atlit, pengusaha, karyawan, buruh, tukang cat, kuli batu, pokoknya yang berkeringat itu yang sexy.
Semut keringetan aja sexy apalagi manusia. Tul gak..

Tapi kalo emang ada yang lengkap kayak superstar yang disebutin diatas..yah itu bonus kelebihan yang diberikan Tuhan sama mereka.

Jadi..buat yang g ganteng, yg g punya body ok, kalian masih punya kesempatan untuk jadi pria sexy..

Wanna be that guy..?? 


source : http://gavalicious.blogspot.com/2009/01/pria-sexy.html

Sunday, September 22, 2013

Adult Story : Romantika Kamar Kos

 Romantika Kamar Kost


Namaku Santi. Usiaku 22 tahun. Cerita ini kualami ketika aku masih kuliah di salah satu kampus di bilangan Jagakarsa. Ide menulis cerita ini muncul karena aku merasa bangga berhasil menggaet cowok idola kampusku. Sungguh. Awalnya aku tidak yakin akan dapat merasakan kebersamaan dengan Sarif (nama cowok itu). Raut wajahnya yang mirip Primus serta tubuh tinggi atletis membuatku merasa minder untuk mendekatinya. Tapi berkat dorongan teman-teman aku berhasil mendekatinya. Bahkan sempat tinggal satu kost dengan Sarif.

Mulanya memang sulit mendekati dia. Karena selain Sarif selalu dikelilingi cewek-cewek cantik, dia juga sering sibuk mengikuti kegiatan organisasi kampus. Sampai akhirnya kutemukan cara untuk mendekatinya, yaitu bergabung menjadi anggota organisasi tempat Sarif beraktifitas.

Singkat cerita, aku berhasil mendapat kesempatan mendekati Sarif pada salah satu kegiatan pertandingan sepakbola. Kuhampiri dia yang sedang duduk bersama teman-teman cowoknya, yang kebetulan juga kenal denganku. Awalnya aku hanya berani berbicara dengan Wahyu, sambil mencuri-curi pandang ke arah Sarif. Tapi rupanya Wahyu memperhatikan ulahku.

"Heh, San! Aku perhatikan, kamu dari tadi melirik Sarif? Naksir..?" tanya Wahyu.
"Eh.., Nggak.." ujarku gelagapan.
"Iya juga nggak apa-apa." Wahyu menggodaku. "Mau aku kenalin..?"
"Iya.. Eh.. Nggak."
"Rif! Kenalin nih, temen gue, Santi."
Tanpa menunggu persetujuanku Wahyu langsung menarik tangan Sarif dan menuntunnya ke arahku.

Tentu saja aku jadi gelagapan. Tapi karena sudah tidak mungkin lagi menghindar, akhirnya aku menyambut uluran tangan Sarif.
"Sarif," ujarnya singkat, memperkenalkan diri.
"Santi."

Itulah awal perkenalan kami. Dan ternyata Sarif tipe cowok yang enak di ajak ngobrol. Sehingga pada hari itu kami langsung terlibat dalam obrolan santai dan akrab. Dan dari situ pula aku sungguh dibuatnya kagum. Karena ternyata dia juga tipe cowok yang tidak terlalu mata keranjang. Karena pada saat ngobrol denganku, dia tidak menggubris cewek-cewek lain yang mondar-mandir di sekitar kami.

Hari-hari berikutnya kami sering ketemu di kampus dan ngobrol di warung depan. Cukup lama aku berusaha mendekati Sarif, tapi belum ada tanda-tanda kalau dia naksir dan menginginkanku jadi pacarnya. Sampai akhirnya aku mendapat siasat yang cukup nekat. Sepulang dari kampus, kuajak dia main ke tempat kost.

Hari itu Sarif masuk kuliah siang. Jadi dia akan keluar kelas sekitar jam tujuh malam. Aku sengaja menunggu dia di warung yang letaknya tepat di depan gerbang kampus. Setelah menunggu sekitar satu jam, akhirnya kulihat Sarif berjalan bersama Wahyu. Kebetulan..! pikirku. Karena Wahyu pasti bisa diajak kompak. Dan benar saja dugaanku.

"Rif..!" panggilku.
"Eh, Santi. Kok belum pulang..?"
"Aku lagi suntuk. Di tempat kostku lagi sepi." kataku sambil menghampiri Sarif Dan Wahyu.
"Main ke tampat kostku, yuk..?" ajakku nekat.
Memang malam ini Wirda (teman sekamarku), sedang pulang ke rumah orangtuanya. Kemudian Oppy dan Cici yang kamarnya terletak di sebelah kamarku juga sedang pulang ke rumah orangtua mereka. Praktis tinggal aku sendiri di rumah kost itu.

Awalnya kulihat Sarif agak ragu. Tapi begitu Wahyu menyetujui, akhirnya Sarif mengiyakan ajakanku. Kami pun berjalan ke tempat kostku yang memang tidak seberapa jauh dari kampus. Untungnya rumah tempat aku kost letaknya agak terpencil dan pemiliknya tidak tinggal di situ. Sehingga tempat kost itu boleh dibilang cukup bebas dari perhatian orang-orang sekitar.

Sesampainya di kamarku, Sarif dan Wahyu langsung duduk di karpet yang berseberangan dengan kasur tempatku tidur. Karena memang aku tidak punya niat membeli kursi dan sejenisnya untuk mengisi kamar yang hanya sepetak itu. Kubuatkan mereka kopi. Dan setelah ngobrol ke sana ke sini, sekitar setengah jam dan setelah menghabiskan kopinya, Wahyu pamit karena dia harus pulang ke rumah orangtuanya. Mendengar Wahyu pamit, awalnya Sarif juga berniat pulang. Namun buru-buru kutahan.

"Ya.., aku sendirian, dong..!" rengekku.
"Rif, temenin aku deh, sampai jam sembilan." pintaku sambil menggamit tangan Sarif.
Entah keberanian dari mana hal ini kulakukan. Mungkin karena aku merasa siasatku hampir kena. Sayang kalau sampai hasil pancinganku ini lepas dari kailnya, pikirku.

"Eh Santi, nggak enak dong sama orang-orang. Cewek sama cowok berduaan di kamar." ujar Sarif mencoba bijak.
"Nggak deh. Nggak akan ada yang lihat." aku sedikit memaksa, "Lagi pula cuma sampai jam sembilan."
"Udahlah Rif. Tempat kost kamu kan cuma di gang sebelah." kata Wahyu mendukungku.
"Iya.."
"Ya udah, sampai jam sembilan." Sarif mengalah.

Lalu Wahyu pun pergi meninggalkan kami berdua di kamar. Cukup lama kami terdiam, tidak tahu bagaimana harus memulai pembicaraan. Karena tempat kostku ini letaknya agak terpencil, maka suasana di sekitarnya agak sepi. Inilah yang menjadi pertimbanganku untuk menjalankan siasat nekatku ini.

Kulihat Sarif mulai gelisah. Sesekali dia melongok ke luar. Karena sikapnya itulah akhirnya aku mendapat ide memulai pembicaraan.
"Kenapa, Rif. Takut ada orang lewat..?" kataku, "Mana mungkin. Rumah ini, kan, di pojok. Dan ke arah sana nggak ada jalan tembus," kataku menjelaskan seraya menunjuk ke ujung jalan yang merupakan jalan buntu.
"Ooh.. gitu," ujarnya singkat, berusaha menenangkan diri, "Terus, yang punya kost tinggalnya di mana?"
"Di Pasar Minggu."
"Kamu kost sendiri?"
"He eh."

Suasana akhirnya mulai cair kembali. Kami pun mulai terlibat pembicaraan seputar kampus dan organisasi tempat kami bergabung. Sampai akhirnya aku mulai mencoba menjalankan siasatku. Kapan lagi, pikirku.

"Rif, aku tinggal sebentar boleh..?" kataku.
"Mau kemana kamu..?"
"Aku mau mandi. Sebentaar aja, boleh..?"
"Iya, deh." Sarif menyetujui permintaanku, walau terlihat ada rasa keberatan di raut wajahnya.
Aku pun berdiri dan meraih handuk yang tergantung di balik pintu kamar. Dan hal ini membuat pintu kamar jadi agak menutup sedikit. Kulihat Sarif meraih majalah usang yang tergelatak di sudut kamar lalu membolak-baliknya. Melihat sikapnya itu, aku mencoba memberanikan diri.

"Rif, pintunya ditutup aja dulu, ya..?" aku mencoba memancing.
"Ntar nggak kenapa-kenapa..?"
"Nggak."
Nah..! Umpanku kena. Aku merapatkan pintu dan langsung menguncinya dari dalam. Mendengar suara kunci, Sarif sempat menoleh ke arahku dengan pandangan heran. Tapi akhirnya dia kembali tenggelam ke dalam halaman-halaman majalah.

"Kamu nggak kepengen mandi, Rif..?" aku mencoba memancing lebih dalam.
"Nggak, ah.." ujarnya singkat tanpa melepaskan pandangannya dari majalah.
Aku mulai nekat. Kulepaskan pakaianku satu persatu. Sarif tetap asyik dengan majalahnya, sampai akhirnya aku meminta dia mengambilkan karet pengikat rambut yang tergeletak di sebelahnya."Sorry Rif, tolong ambilkan karet di sebelahmu itu.." kataku.
Dan pada saat itulah Sarif melongo melihat aku yang sudah tanpa busana sama sekali.

Kulihat tangannya agak bergetar ketika menyorongkan karet yang kumaksud, sambil matanya terus memandangiku.
"Kamu, bener, nggak mau mandi..?" godaku lagi. "Kan, enak, kalau kamu mandi di sini, pulangnya bisa langsung tidur."
Kulihat Sarif benar-benar terperangah menatapku.
"Santi.." hanya itu yang keluar dari bibirnya.
Aku pun merasa bahwa pancinganku sudah mengena.

Kuhampiri dia, seolah-olah akan mengambil ikat rambut yang kuminta, sampai posisi tubuhku berada tepat di depannya. Dan karena posisi dia dalam keadaan duduk, maka wajahnya tepat berada di depan kemaluanku. Kulihat dia agak gelisah. Kuraih tangannya ketika dia menyorongkan ikat rambutku. Kudekatkan kemaluanku ke wajahnya yang nampak makin gelisah. Aku tahu benar kalau dia sebenarnya sudah mulai terserang birahi.

"Yuk, mandi bareng, Rif..!" pintaku seraya kutarik tangannya.
Dia mulai menurut. Perlahan dia bangkit berdiri dan mulai melepaskan pakaiannya satu persatu, sementara aku membantu melepaskan celana jeans-nya. Astaga! Aku terperangah mendapati batang kemaluan Sarif ternyata berukuran besar. Ternyata benar apa yang sering diceritakan oleh teman-temanku kalau batang kemaluan orang keturunan Arab itu besar dan panjang.

Aku sempat berpikir untuk membatalkan siasatku. Tapi karena terlanjur sudah begini, akhirnya kubiarkan saja keadaan ini mengalir seperti yang kuinginkan. Toh dia juga tidak merasa terganggu. Bahkan mungkin dia akan berubah marah jika kegiatan ini dihentikan di tengah jalan.

Akhirnya, setelah seluruh pakaiannya terlepas dan terjatuh di lantai, Sarif menarikku ke dalam kamar mandi. Kami tidak saling berkata-kata. Hanya saling berpandangan. Aku terus saja masih terpaku pada benda keras dan agak hitam milik Sarif. Tidak bosannya aku menyentuh barang tersebut, membuat Sarif sesekali meringis. Kami pun mulai mandi bersama. Awalnya memang kami mandi. Tapi tak lama kemudian aku benar benar tidak tahan ingin merasakan batang kemaluan Sarif yang sudah pada ukuran maksimal.

Aku pun mengambil posisi duduk di bak mandi. Kutarik Sarif agar mendekatiku. Mulanya aku masih berusaha untuk romantis, tapi rupanya hasratku sudah tidak sabaran lagi. Kutarik batang kemaluan Sarif dan kuarahkan ke bibir kemaluanku, yang jika saja tidak sehabis mandi pasti sudah basah teramat sangat. Dari sini aku tahu kalau dia ternyata belum semahir Wisnu, pacarku. Sarif hanya terpaku, membiarkan ujung batang kemaluannya menempel di bibir vaginaku.

"Tekan Rif..," ujarku perlahan. "Tapi pelan-pelan dulu. Habis punya kamu gede banget."
Sarif pun mulai menekan penisnya ke dalam vaginaku. Dan aku merasa sepertinya vaginaku terdongkrak. Karena Sarif melakukannya dengan tekanan yang cukup mendadak.
"Aaw.. Aaahh.. Ugh..! Pelan-pelan Rif..!" jeritku menahan sakit.
Karena ukurannya yang cukup besar itu, vaginaku seperti terisi penuh, sehingga hampir seluruh bagian dindingnya tersentuh oleh bantang kemaluan Sarif dan itu memberikan rasa yang belum pernah kurasakan sebelumnya.

"Eh, sorry San. Sakit ya..?"
"He.. eh. Tapi nggak apa-apa. Terus Rif, mainkan pelan-pelan. Uuh.. Mmhh.. Yess..!" aku terus melenguh tidak karuan merasakan kenikmatan saat Sarif menggesek-gesekkan batang kemaluannya di dalam vaginaku. Dan sungguh nikmat. Aku terus meracau tidak karuan merasakan kenikmatan yang selama ini belum pernah kualami.

Sarif pun mulai mencoba-coba bermain serius. Terkadang, sambil menggerakkan pantatnya maju mundur, tangan kanannya mulai aktif bermain di payudaraku, sementara tangan kirinya melingkar di punggungku. Sesekali Sarif menciumi dan menjilati buah dadaku yang sudah menegang.
"Ugh.. Yeaahh.. Rif.. Enaak.. Kocoknya lebih cepat, Rif..!" pintaku sambil tanganku yang memegang pantatnya membantu dia menekan ke arahku, sehingga kemaluannya yang kekar itu semakin dalam tertanam di kemaluanku.

Cukup lama posisi ini kupertahankan, karena memang dengan posisi ini aku tidak hanya dapat menikmati batang kemaluannya, tetapi juga aku dapat memandangi wajah Primus-nya itu. Aku jadi menghayal kalau saat ini aku memang sedang senggama dengan bintang sinetron tersebut.

Tiba-tiba Sarif mempercepat gerakkannya. Pantatnya menghentak-hentak dengan keras membuat kemaluannya seperti menghujam jantungku. Tentu saja aku jadi kaget dibuatnya. Sampai terengah-engah. Bahkan sesekali aku menjerit perlahan menahan sakit yang disertai denyutan nikmat. Tiba-tiba seluruh tubuhku mengejang. Kutarik tubuh Sarif semakin dalam dan erat. Kakiku yang menggantung di pinggir bak mandi menghentak-hentak. Pandangan mataku sejenak menjadi gelap. Lalu di bagian bawah tubuhku terasa seperti merekah kemudian aku seperti terasa ingin pipis sekali.

Akhirnya.., serr.. serr.. serr.. Vaginaku menyemburkan cairan lendir dengan jumlah sangat mengagumkan. Sampai-sampai keluar dari sela-sela bibir kemaluanku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif. Tubuhku pun serta-merta menjadi lemas. Mendapati tubuhku lemas, Sarif menggendongku dengan batang kemaluan yang masih tertanam di vaginaku. Kemudian dia meletakkanku di tempat tidur dengan keadaan telentang, karena memang batang kemaluannya masih tertancap di kemaluanku.

Pelan-pelan dia mulai menggoyangkan pantatnya lagi, maju mundur. Dan dalam keadaan lemas aku masih merasakan ngilu yang bukan kepalang di bagian bawah tubuhku. Tapi ngilu yang kurasakan ini bukannya ngilu biasa, tetapi ngilu yang nikmat. Hampir setengah jam Sarif bermain di atas tubuhku yang sudah lemas. Bahkan aku sempat dua kali lagi mencapai orgasme. Beberapa kali dia memutar tubuhku. Dihantamnya tubuhku dengan posisi telungkup, menyamping, bahkan setengah nungging. Sampai akhirnya aku mendengar lenguhan keluar dari mulutnya.

Batang kemaluan Sarif menyemburkan airmaninya di dalam kemalauanku. Dan kali ini vaginaku tidak dapat lagi menampung isinya. Cairan-cairan kental keluar dari vaginaku membanjiri kasur di bawahku. Aku merasa pantatku seperti terendam. Lalu Sarif pun menggelosorkan tubuhnya di atas tubuhku dengan peluh yang membanjir, bercampur dengan keringatku. Tidak lama kemudian kami pun tertidur pulas dengan posisi saling berpelukan.

Aku tidak tahu berapa lama kami tertidur dengan posisi tersebut. Aku terbangun karena merasa ada sesuatu yang bergerak-gerak di bagian bawah tubuhku. Kubuka mataku. Ternyata Sarif masih berada di atasku. Rupanya dia sudah memulai permainan baru. Dan sesuatu yang bergerak-gerak di bagian bawah tubuhku adalah rudal milik Sarif yang mulai aktif kembali bekerja.

Sarif mengembangkan senyumnya ketika aku membuka mataku.
"Hai, San.." katanya singkat.
"Riiff.. Mmhh..," lenguhku seraya melingkarkan tanganku di pinggulnya, membantu dia menggerakkan pantatnya maju-mundur.
"Terus.., Riffsshh..!"
Sarif memainkan pinggulnya dengan tenang. Begitu pula mulutnya mulai sibuk menjilati payudaraku. Bergantian kiri dan kanan. Sesekali tangannya meremas. Atau jarinya memuntir-muntir puting payudaraku yang berwarna agak kecoklatan membuatku sesekali meringis keasyikan.

Mengimbangi permainan Sarif, aku membuat gerakan berputar dengan pinggulku. Dan kudengar Sarif melenguh kenikmatan degan permainan itu.
"Uugh.. Yeesshh.. Enak sekali San.." bisiknya sambil menjilati telingaku, "Kamu pinter banget sih..!"
Aku hanya menjawab dengan lenguhan-lenguhan kenikmatanku.

Kurasakan vaginaku mulai mengeluarkan carian pelumasnya. Sarif pun semakin aktif. Tangannya sebentar-sebentar meremas-remas pantatku. Terkadang kedua tangannya dilingkarkan ke tubuhku, kemudian dengan erat dia menekan tubuhnya sehingga tubuh kami seperti menyatu dan batang kemaluannya tertancap amat dalam di kemaluanku. Aku meringis kenikmatan karena ujung kemaluannya membentur dinding rahimku.
"Ugh.. Ugh.. Arghh.. Hueehh.. Akhh.. Mmhh.. Mmmhh.. Mmhh.. Riff.. Asyik, Rif.."

Birahiku makin memuncak. Kudorong tubuh Sarif hingga dia telentang dan posisi berbalik, menjadi aku yang berada di atas. Sarif membiarkan hal itu berlangsung. Kugenggam batang kemaluannya dan langsung kujilati seluruh bagiannya, mulai dari ujung hingga ke bagian pangkal dimana terletak buah kemaluannya. Sarif menggelinjang-gelinjang menikmatinya.

"Saan..! Gila kamu Saan.., ueehh.. uenag betul..!" ceracaunya.
Tangannya meremas-remas rambutku. Dan sesekali tangannya itu menekan kepalaku ketika batang kemaluannya kumasukkan ke dalam mulutku untuk kuhisap-hisap kepalanya dan lubang kemaluannya kucungkil-cungkil dengan ujung lidahku.

Tidak lama kemudian Sarif memerintahkan aku untuk berputar, sehingga kami membentuk posisi 69. Lubang kemaluanku tepat berada di depan wajahnya. Sarif pun mulai memainkan lidahnya di sekitar bibir kemaluanku, membuat seluruh bulu kudukku merinding. Terlebih lagi ketika lidahnya menyentuh klitorisku. Tubuhku bergetar seolah-olah tersengat aliran listrik berkekuatan lembut. Sering pula Sarif memasukkan lidahnya ke bagian dalam vaginaku dan menjilati dindingnya, dan hal ini juga membuatku menggigil kenikmatan.

Sungguh permainan ini sangat mengasyikkan. Sampai akhirnya aku tidak tahan. Karena tidak lama kemudian tubuhku mengejang. Kutekan pinggulku sedalam mungkin. Kuyakin hal ini membuat Sarif jadi sulit bernapas. Tapi aku tidak perduli. Tak lama kemudian vaginaku pun kembali mengeluarkan cairannya, diiringi lenguhan dari mulutku yang masih tersumpal batang kemaluan Sarif yang kusedot dengan kuat.

Mendapati aku telah sampai ke puncak kenikmatanku, Sarif membalikkan tubuhku menjadi telungkup. Kemudian dengan keyakinan yang mantap dia meletakkan ujung batang kemaluannya di gerbang kemaluanku yang sudah basah dan licin. Dan dengan sekali hentakkan.., Bless..! Seluruh batang kemaluannya tertancap dalam liang senggamaku dari belakang.

"Hegh..! Aaw..! Aargh..! Riiff.. Huahduh..! Saakiit.." erangku cukup keras.
Aku tidak perduli lagi kalau suaraku itu akan terdengar ke luar kamar. Aku merasa bagian dalam perutku seperti akan terlonjak keluar dari kerongkonganku. Bahkan lidahku seakan-akan ingin melompat dari tenggorokanku. Perutku seolah-olah terasa penuh. Tapi hal ini justru membuatku semakin merasakan kenikmatan yang teramat sangat.

Sarif pun sepertinya tidak perduli dengan eranganku. Dia terus membentur-benturkan ujung kemaluannya ke dinding rahimku dengan frekuensi tekanan yang rapat dan keras. Aku merasa biji mataku terbalik-balik dibuatnya. Aku hanya mendesah dan mengeluarkan kata-kata untuk meminta Sarif mempercepat dan memperkuat gerakannya.

Sarif menuruti permintaanku. Dia memperkeras gerakkannya, sehingga eranganku semakin menjadi-jadi. Aku yakin, kalau saja tempat kost ini tidak jauh dari jalan, pasti sudah banyak orang yang mengintip. Tetapi kalau pun keadaanya seperti itu, aku sudah tidak perduli. Yang ada dibenakku hanyalah menikmati kenikmatan ini sepuas-puasnya. Bahkan kalau sampai ada orang yang mengintip aku akan semakin memperkeras eranganku. Tapi rupanya hal ini mengganggu Sarif.

"San, jangan keras-keras, dong..! Nanti didengar orang. Pelanin sedikit suara kamu..!" pinta Sarif.
Tapi aku tidak perduli, sebab aku yakin tidak akan ada orang lewat di depan kamar kostku. Dan karena aku tidak mengurangi volume suaraku, akhirnya Sarif mengikuti gayaku. Dia pun mulai mengeluarkan lenguhan-lenguhan dengan agak keras.

Bosan dengan posisi telungkup, kuangkat pinggulku tinggi-tinggi, sehingga posisiku menjadi menungging. Dengan posisi seperti ini kemaluanku menjadi semakin terbuka lebar, sementara Sarif mengambil posisi berlutut. Kali ini aku benar-benar merasakan seluruh batang kemaluan Sarif terpendam dalam vaginaku. Eranganku pun semakin menggila.

Tidak lama kemudian aku kembali merasakan seluruh syarafku menegang. Persendianku meregang sejenak.
Akhirnya.., "Riiff.. Aku.. sampai..!" kembali vaginaku membanjir.
"Aaa.. aakhh..!" jeritku melepas kenikmatan.
Bersamaan dengan itu, tubuhku menggelosor di kasur. Sementara Sarif masih meneruskan kegiatannya. Bahkan semangatnya makin menjadi. Kubiarkan saja dia meneruskan permainan. Karena tenagaku serasa habis terkuras.

Tapi tidak lama kemudian gerakan Sarif menjadi lebih gila lagi. Diangkatnya pinggulku hingga aku kembali pada posisi agak tertungging. Kedua tangannya mencengkeram pangkal pinggulku dan dengan kekuatan yang tidak kuperhitungkan dia menarik-narik pinggulku diikuti pinggulnya yang digerakkan berlawanan. Tentu saja hal itu membuat gerakan kami benar-benar bertemu pada satu titik yang menghasilkan benturan yang keras, hingga menimbulkan suara Cplak! Cplak! Cplak!

"Aauw.. Riiff.. Gii.. laa.. kaa.. muu..!" rintihku setengah menjerit.
"Sabaar.. San., Aakuu.. maauu saammpaaii..!"
Lalu.., "Sroot..! Serr.. Serr.. Serr.." keluarlah cairan kental tubuhnya menggenangi liang kemaluanku yang juga basah.

Sarif menekan batang kemaluannya dalam-dalam ke liang senggamaku sambil tangannya menekan pinggulku ke arah kemaluannya kuat-kuat. Aku yakin seluruh batang kemaluannya tertanam dalam vaginaku. Lidahku bahkan sempat terdongkrak keluar dari tempatnya. Mataku terbeliak seakan ingin lepas dari tempatnya.

Tubuh Sarif mengejang sesaat. Lalu menggelosor di sebelahku. Napasnya memburu. Tubuhnya dibasahi keringat. Begitu juga aku. Seluruh persendianku seperti terlepas dari rangkaiannya dan hanya dapat terdiam sambil mengembangkan senyum yang dibalas oleh Sarif. Perlahan kuangkat tanganku dan kurangkul dia.
"Kamu hebat, Rif," bisikku yang hampir tidak terdengar.
"Kamu juga..," jawab Sarif.
Lalu kami terdiam dan tertidur.

Apa yang menjadi angan-anganku selama ini sudah terlaksana, aku menjadi pacarnya. Kehidupan kami selanjutnya adalah rutinnya kami menjalani masa pacaran kami dengan kegiatan seks kami. Semoga apa yang kualami ini memberikan gambaran tersendiri bagi anda, wanita yang mendambakan pria idamannya. Kalau anda mau berusaha, pasti ada jalan keluarnya.

TAMAT

Adult Story : Tukang Pijat Keliling


CERITA DEWASA "Tukang Pijat Keliling"

Pada malam-malam tertentu di sekitar kompleks rumah kost-ku ada beberapa tukang pijat keliling yang suka lewat. Kedatangan mereka ditandai dengan suara-suara yang berasal dari kaleng-yang entah diisi apa-hingga mengeluarkan bunyi-bunyian yang khas. Beberapa kali aku pernah mencoba memakai jasa mereka kalau kebetulan badanku lagi pegal-pegal dan ingin dipijat. Sebenarnya pijatan mereka tidak terlalu enak dan kelihatan 'amatiran' dibandingkan tunanetra yang memang terlatih untuk memijat. Makanya tak jarang aku memakai jasa tukang pijat keliling itu untuk tujuan iseng saja: ketika libidoku lagi tinggi. Sayangnya niatku yang satu ini belum pernah kesampaian secara tuntas. Kadang-kadang orang yang kupanggil ternyata kurang menarik seleraku. Tapi begitu ketemu yang rada cocok, ternyata tidak mau menanggapi permintaanku, meski aku cuma sekedar minta 'dipegang-pegang' saja. Kalau sudah begitu biasanya aku tidak akan memakai jasa mereka lagi.

Sampai pada suatu malam, ketika aku sedang asyik nonton TV, tiba-tiba terdengar suara khas itu. Semula aku agak ragu, jangan-jangan yang lewat orang yang itu-itu lagi. Aku lalu keluar rumah dan berdiri di depan teras menunggu si tukang pijat lewat. Ternyata ia bersepeda dan tampaknya belum pernah kupakai jasanya. Setelah yakin, aku memanggil dan memintanya untuk menyusul ke kamarku.

Seperti biasa, aku mencopot seluruh pakaianku. Dan ketika tinggal celana dalam yang akan kulepas, orang itu mengetuk kamarku dan segera kupersilakan ia untuk masuk.

"Saya copot semua ya Mas," kataku sambil melepas celana dalamku.

Orang itu cuma tersenyum dan mulai menyiapkan perlengkapan pijatnya. Aku segera berbaring telungkup di atas kasur.

"Belum pernah lewat sini ya?" tanyaku membuka obrolan.

Kali ini ia sudah duduk di samping kanan dan mulai memijat telapak kakiku.

"Pernah. Tapi baru sekali ini mijat di sini," sahutnya datar.

Mungkin waktu ia lewat aku sedang tidak di tempat atau sedang tidak perlu jasa pemijatan. 

"Nggak 'pa-pa kan saya telanjang begini?" pancingku.
"Nggak 'pa-pa," sahutnya ringan. Logat Jawanya cukup kental. Ia mulai memijat bagian betis dan kakiku.
"Orang lain ada yang dipijat sambil telanjang begini nggak?" tanyaku lagi.
"Ada juga. Tapi kadang ditutupi sarung atau handuk."
"Sampean banyak langganannya?" tanyaku lagi.
"Belum. Saya belum ada satu bulan jalan."

Pantas. Tapi pijatannya lumayan enak. Katanya ia memang punya pengalaman memijat di kampungnya. Sayangnya di sana jasa pemijatan kurang laku. Makanya ia mencoba mengadu nasib ke Jakarta.

Terus terang dari awal aku tertarik sama orang ini. Wajahnya cukup menarik. Berkumis. Rambutnya ikal agak cepak. Tingginya sedang saja, tapi badannya lumayan kekar dan kulitnya agak gelap. Rupanya ia dari Jawa Timur (masih ada turunan Madura, katanya), sudah beristri dan belum punya anak. Kutaksir umurnya belum ada 30-an.

"Saya sudah tiga puluh tiga tahun kok," ia meralat tebakanku.
"Masa sih? Berarti sampean awet muda dong," sahutku mulai menjurus. Ia cuma ketawa ringan.

Pijatannya sudah mulai menyentuh belakang pahaku. Aku sengaja menggelinjang beberapa kali. Aku yakin ia bisa melihat biji pelirku dari celah belakang pahaku. Aku memang sengaja memposisikan telungkupku sedemikian rupa sehingga bijiku terjepit ke arah belakang. Maksudnya memang untuk memberi 'pemandangan provokasi' padanya. Kontolku sendiri sudah ngaceng dari tadi. Terus terang malam ini tadinya aku berniat mau ngocok. Karena sudah hampir seminggu ini aku tidak 'muncrat. Biasanya aku melakukan onani minimal tiga kali dalam seminggu. Cukup sering memang. Tapi kalau lagi 'tinggi' begini mau gimana lagi? Gairah seksualku selama ini memang lebih banyak kusalurkan lewat onani. Sudah lama aku tak ketemu laki-laki yang cocok untuk diajak nge-sex.

Aku kembali mulai menggelinjang, ketika pijatannya sudah mulai merambah bagian pantatku. Aku paling senang kalau dipijat di bagian ini. 'Si Otong' jadi semakin kencang saja. Ingin rasanya aku segera berbalik dan meminta dia melocoku. Tapi terus terang aku agak ragu. Aku takut kalau ia seperti tukang pijat yang lain, tak mau diajak 'main-main'.

"Geli Mas.." aku agak 'mengaduh' sambil nyengir dan mengangkat pinggul ketika ia menekan pantatku agak keras.

Tapi ia tak bereaksi dengan komentarku, hanya agak mengendurkan pijatannya.

"Saya kalau dipijat pantatnya, suka tegang sendiri.." aku mulai berkomentar lagi, sambil kuselusupkan tanganku ke bawah membetulkan posisi 'rudal'-ku.
"Sekarang lagi tegang ya?" tanyanya setengah bercanda. Pancinganku mulai masuk.
"Iya nih. Dari tadi!" balasku sambil menengok ke arahnya, "Sudah seminggu ini nggak dikeluarin sih," aku mencoba becanda sambil melihat reaksinya. Ia cuma tersenyum sambil terus mengurut. Kali ini gantian pinggulku yang jadi sasaran pijatannya.

Aku lalu agak menggeser tubuhku untuk meraih remote control dan menyetel musik. Aku tak ingin pembicaraanku yang sudah mulai mengarah ini terdengar sampai keluar kamar. Ketika tubuhku beringsut, aku sengaja memperlihatkan sebagian batang kemaluanku yang sudah ngaceng berat itu. Aku yakin ia pasti sempat melihat bagian tubuhku itu. Kulihat matanya tadi sempat melirik.

"Sampean sih enak, punya isteri," aku kemudian meneruskan obrolan setelah kembali telungkup.
"Isteri saya di kampung kok Mas," sahutnya.
"Lha?" aku kaget tapi cukup senang juga karena punya celah untuk ngomong lebih 'jauh'.
"Tapi sampean kalau lagi pingin 'kan bisa pulang. Lha kalau saya?" lanjutku.
"Pulang? Emang nggak pake ongkos?" balasnya sambil ketawa.
"Terus kalau lagi kepingin gimana?"
"He he he.. Mas ini kok suka mancing-mancing sih?". Sialan! Ia tahu arah pembicaraanku. Tapi aku ketawa juga mendengar kalimatnya.
"Saya sih, terus terang kalau lagi pingin, ya ngocok saja..," aku mulai berterus terang.
"Tapi kok seminggu ini belum dikeluarin?" tanyanya cukup 'kritis' juga. Nadanya rada becanda, membuatku mulai tumbuh harapan.
"Maunya sih dikeluarin. Tapi masa di depan sampean?" balasku sambil ketawa. Ia diam tak menanggapi kalimatku, tapi sempat kudengar ia menarik nafas. Entah apa artinya.

Beberapa saat kemudian ia memintaku untuk berbalik telentang karena bagian belakang sudah selesai dipijat. Nah, ini dia!

"Nih lihat!" kataku begitu berbalik telentang menghadap ke arahnya, sambil kutunjukkan batang kontolku yang masih membesar tegang ke arahnya. Ia tersenyum geli melihat ulahku. Tapi matanya agak takjub demi melihat batang kemaluanku yang meradang itu. Mungkin ia belum pernah melihat kemaluan laki-laki lain. Atau mungkin ini pengalaman aneh baginya. Atau ia memang suka dengan pemandangan yang kuberikan. Entahlah, aku tak peduli. Aku hanya ingin memprovokasi dia. Maka, dalam posisi telentang itu, aku mulai meremas dan mengurut-urut sendiri punyaku. Sementara ia mulai memijat bagian depan kaki dan pahaku. Senjataku secara frontal nyaris tegak mengacung di hadapannya. Sengaja aku memamerkan semua ini. Toh dari tadi aku sudah cukup terbuka padanya.

"Gede juga," tiba-tiba ia nyeletuk dengan tawa tertahan. Sialan, aku tambah ngaceng mendengar komentarnya.
"Gedean mana sama punya sampean?" pancingku.
"Hmm.. Sama lah," sahutnya.

Tiba-tiba tangannya yang tengah memijat pahaku itu terulur dan meraih punyaku. Aku sempat menahan nafas. Ada beberapa saat ia sempat menggenggam dan meremas batang kemaluanku. Darahku langsung berdesir. Aku hampir berteriak kegirangan. Tapi sesaat kemudian ditariknya lagi tangannya. Terus terang aku kecewa. Tapi keyakinanku mulai timbul lagi.

"Punya sampean keras banget," rupanya tadi ia ingin mengetes kematangan 'pisang ambon'-ku. Komentarnya membuatku semakin terinspirasi untuk berbuat lebih jauh. Aku kembali mulai memilin-milin batang kontolku. Bahkan kali ini aku mulai melakukan gerakan mengocok, pelan dan kuat secara bergantian. Beberapa kali kutangkap matanya memperhatikan gerakan tanganku dengan pandangan tertentu. Membuatku semakin vulgar beronani di depan dia.

"Sampean mau bantuin nggak?" akhirnya aku meminta. Kurasakan kalimatku agak tercekat oleh gejolak birahi yang makin mengental. Kulihat dia sempat menarik nafas. Lalu kembali ia cuma senyum-senyum saja dan meneruskan pijatannya di pahaku. Ya sudah, pikirku. Aku akan menyelesaikannya sendiri kalau memang ia tak mau.

Ada beberapa saat aku asyik meloco dengan kocokan-kocokan yang makin kuat dan liat. Cairan bening sudah banyak keluar dari lubang kecil di ujung kepala kontolku dan mulai meleleh. Aku meraihnya dan mengoleskannya ke sekujur batangku, lalu menggunakannya sebagai pelumas. Kembali aku memompa kontolku dengan gerakan yang sudah rutin aku lakukan. Aku mulai melenguh kenikmatan. Sementara ia masih mulai memijat bagian dada dan perutku. Matanya sesekali mengamati perbuatanku dengan pandangan agak serius.

Akhirnya aku tak kuat lagi. Kucoba meraih tangannya dan mengarahkannya ke selangkanganku. Semula ia pasif saja. Tapi tanganku terus membimbingnya untuk meremas dan mengocok milikku. Sampai sesaat kemudian ia mulai merespon. Pelan-pelan kulepas tanganku. Kini tangannya mengambil alih memijat milikku! Sementara tangannya yang lain pelan-pelan mulai mengusap-usap dan mempermainkan jembut yang ada di bawah perut dan sekitar lipatan pahaku. Bingo!

Aku menghela nafas lega, memejam mata dan meresapi sentuhan tangannya. Akhirnya kesampaian juga keinginanku untuk di-onani oleh seorang tukang pijat. Kegembiraanku lalu berganti dengan desah dan lenguh kenikmatan. Ia benar-benar mau membantuku. Sentuhan jari dan tangannya memang sepertinya terlatih untuk memijat. Kadang hanya dengan dua jari ia menjepit batangku, lalu memijat-mijatnya, dan itu sudah menimbulkan rasa yang sangat enak sekali. Jarinya bergerak laksana sedang memanjat sebuah pohon berbatang lurus dengan gerakan naik turun secara teratur.

Beberapa saat kemudian ia menjepitkan jarinya pada pangkal kemaluanku sehingga membuat batang dan kepala kontolku padat mengeras. Aku senang karena ia penuh dengan inisiatif. Apalagi kemudian ia melumuri sekujur otot kenikmatanku itu dengan minyak yang tadi digunakan untuk memijat. Sesaat kemudian jari-jarinya mulai mengelus, memilin dan mengurut batangku yang mengeras dan penuh minyak itu dengan gerakan yang benar-benar terampil. Badanku sampai bergidik merasakan hasil perbuatannya. Tapi ia malah senyum-senyum melihat aku tersiksa oleh perbuatan tangannya itu. Cukup lama ia mengerjai milikku dengan cara seperti itu, sebelum akhirnya ia melocoku dengan gerakan yang umum dilakukan laki-laki bila sedang onani. Rasanya enak sekali..

"Sampean mau?" tanyaku di sela-sela acara main-main itu. Ia menggeleng dengan gerakan yang lucu. Tapi tanpa sepengetahuannya aku berusaha meraih selangkangannya dan menemukan sebuah tonjolan kenyal yang padat di depan celananya. Aku meremasnya. Ia kaget karena memang tidak menyadari perbuatanku. Ia berusaha menepis tanganku, tapi aku bertahan. Dan akhirnya ia menyerah. Membiarkanku meremas-remas.

Kurasakan tonjolan di bagian depan celananya itu mulai memadat. Aku terus berusaha meremas dan mengelus-elusnya dengan kuat. Ia kembali berusaha menepis, tapi aku setengah memaksa. Ia lalu mempergencar rangsangannya pada batang kemaluanku agar perhatianku teralih. Bahkan tangannya berusaha mengatur posisi kaki dan pahaku agar lebih terkangkang. Lalu ia mulai mengocokku dengan gerakan lebih liat dan kuat. Sisa olesan minyak tadi memperlancar gerakan tangannya, membuat kontolku meluncur-luncur licin dalam genggamannya. Benar saja, konsentrasiku buyar dan aku melepas tanganku dari selangkangannya. Aku kini lebih terfokus menikmati pijat auratnya itu. Kurasakan desiran-desiran rasa nikmat mulai merayapi pangkal kemaluanku. Tubuhku beberapa kali menggelinjang tak terkendali. Sementara ia mempermainkan kontolku dengan berbagai variasi yang setiap gerakannya memberiku rasa nikmat yang terus mengalir. Mulutku hanya bisa ber-'ah uh' saja merasakan itu semua. Dan ketika ia mulai mengerjai biji pelirku dengan cara meremasinya dengan minyak, sementara tangannya yang lain mengurut-urut batangnya, aku mulai merasakan puncak birahiku datang menjelang. Beberapa kali tanpa sadar pantatku tersentak ke atas, seiring gerakan yang ia lakukan pada wilayah di sekitar alat vitalku itu.

Aku merintih dan terus merintih. Nikmat itu makin mengental. Ia mengurut dan terus mengurut. Makin nikmat. Tambah nikmat, dan.. Ohh, tubuhku melenting, menggeliat, menggelepar tak karuan. Kucengkeram ujung sprei yang sudah sejak tadi berantakan dan basah oleh keringatku. Tubuhku mengejang. Mulutku mendesis-desis keenakan. Dan akhirnya aku mengerang cukup keras ketika ejakulasiku datang dengan derasnya.. Perut dan spreiku basah oleh cairan mani yang memancar banyak dan berkali-kali dari ujung lubang kontolku. Aku berusaha menahan tangannya yang terus menggenggam milikku yang sudah kelojotan itu. Tapi ia bertahan. Dan ia baru melepas tangannya ketika aku berusaha menggapai-gapai dan membalas meremas selangkangannya.

Ada beberapa saat kami saling meremas-remas. Kurasakan senjatanya sudah sangat mengeras. Ketika aku berusaha membuka celananya, ia malah berdiri dan kemudian menarik resleting dan melepas sendiri celananya sehingga kini bagian bawah tubuhnya hanya tertutup celana dalam saja. Sementara ia belum melepas kaos oblongnya yang mulai basah oleh keringat itu. Terus terang aku takjub dan kaget dengan apa yang ia lakukan. Malam ini aku tak hanya mendapat service tambahan, tapi tampaknya sebentar lagi akan kudapatkan juga tubuh laki-laki ini.

Ketika celana dalamnya yang berwarna putih itu akan dilepasnya, aku menahannya. Aku lalu duduk di tepi ranjang, menghadap dia yang berdiri mengangkang di depanku. Dan ketika ia sibuk melepas baju kaosnya, kuulurkan tanganku untuk meraih benda bulat panjang yang menonjol miring di bagian depan celana dalamnya. Kuelus dan kugosok-gosok sekujur otot kelelakiannya itu. Ia menghela nafas beberapa kali merasakan perbuatanku. Dadanya yang bidang itu kembang kempis oleh desakan nafsu birahinya. Sesekali tanganku merayap ke sana, memainkan putingnya yang banyak ditumbuhi rambut halus.

Ketika akhirnya kain segitiga putih yang membalut sisa tubuhnya itu kutarik ke bawah, kulihat batang bulat panjang dengan kepala kontol yang besar membonggol, basah oleh cairannya sendiri. Jembutnya lebat keriting. Kulit skrotum-nya padat dan penuh bulu. Aku mengelus-elus bagian itu. Dan kurasakan tubuhnya bergidik. Dan ia pelan-pelan meregangkan pahanya. Seolah memintaku untuk berbuat lebih. Dan aku meneruskan perbuatanku mengelus-elus biji pelirnya. Tubuhnya kembali bergetar akibat sentuhanku itu. Beberapa saat kemudian tangannya bergerak ke bawah dan mencoba mengocok miliknya sendiri. Kubiarkan. Aku justru menikmati pemandangan langka: seorang laki-laki tengah onani. Tubuhnya tersengal-sengal oleh gerakan tangannya yang menurutku agar kasar itu. Nafsunya mungkin sudah sampai ke ubun-ubun. Mulutnya menggeram tak jelas. Aku takut ia muncrat sebelum aku sempat menikmatinya. Kuminta ia untuk berbaring saja di kasur. Dan ia menurut.

Tubuhnya segera rebah. Pahanya yang gempal padat itu langsung terbuka mengangkang. Poisisinya seolah memintaku untuk segera 'menyetubuhi'nya, layaknya beberapa laki-laki yang pernah tidur denganku. Aku lalu naik ke ranjang dan memposisikan tubuhku di antara rentang pahanya. Tanganku langsung menggenggam. Benda bulat panjang itu pun langsung bereaksi. Berdenyut-denyut dalam genggamanku. Hangat dan pejal. Tubuhnya mulai gelisah. Matanya terpejam tapi mulutnya seperti ikan tengah kehabisan air.

Kini gantian aku harus melayani hasrat seksual laki-laki pemijat yang baru kukenal ini. Malam ini aku seperti mendapat durian runtuh. Dan durian itu sebentar lagi akan kubelah. Kuendus aromanya. Aroma khas tubuh lelaki: bau selangkangan yang lembab oleh keringat birahi. Sementara daging dalam genggamanku laksana daging durian yang mengkal siap santap. Maka, aku pun tak kuasa untuk langsung melahapnya! Aku tak peduli apakah ia tahu perbuatanku atau tidak, berkenan atau tidak, aku tak peduli. Mulutku langsung penuh. Langsung melumat dan melamuti bagian kepala 'durian' runtuh ini. Ia menggeliat dan mulutnya mengerang penuh kenikmatan. Tiba-tiba kurasakan tangannya memegangi kepalaku. Jadi ia tahu apa yang kuperbuat. Dan tampaknya ia menyukainya. Tangannya berusaha menekan kepalaku, memintaku untuk menelan lebih banyak dan lebih dalam. Terus terang aku harus berusaha keras karena ukurannya gede. Tapi aku menyukainya. Daging kontolnya terasa liat dan legit dalam jepitan mulutku. Meluncur licin dalam pilinan lidah dan bibirku. Benda itu sudah basah kuyup oleh ludah dan mungkin precum-nya yang sesekali terasa asin di lidahku. Kontol tukang pijat ini memang enak untuk diisap dan dikenyot-kenyot.

Entah sudah berapa lama aku tak menikmati kontol lelaki. Makanya malam ini aku seperti balas dendam. Bukan hanya batang dan kepala kontolnya saja yang jadi bulan-bulanan mulutku. Daerah sekitar celah paha dan selangkangannya yang penuh bulu pun tak luput kujelajahi. Beberapa kali ia sempat meronta kegelian, sampai aku harus menindih kakinya agar tak banyak bergerak. Dan ketika aku menarik batang penisnya ke atas, lalu secara merata kujilati kantung pelir dan daerah bawah di dekat lubang anusnya (tulang pirenium), ia mengerang dan punggungnya terangkat. Tentu saja ia kegelian. Aku pun pernah merasakan dikerjai di daerah itu. Makanya tak heran, suara 'ah-oh' yang panjang mulai keluar dari mulutnya ketika aku terus menelusupkan mulutku ke bagian itu. Beberapa kali kudengar guMaman dan suara menggeram yang tak jelas dari mulutnya. Ia terlihat sangat kenikmatan. Sekilas kulihat tubuh dan wajahnya sudah penuh keringat. Kumisnya tampak basah, sementara mulutnya menguncup dengan nafas yang menderu.

Beberapa saat kemudian tubuhnya menggelinjang hebat. Pahanya berusaha menjepit kepalaku yang masih terbenam di selangkangannya. Terus terang aku agak kewalahan.

"Aku mau keluarhh.. Mau keluarhh..," desahnya sambil mengarahkan tangannya ke kontolnya. Aku segera mengambil alih. Dan ia menarik tangannya kembali. Segera ku-onani dia dengan gerakan yang pelan namun liat bertenaga. Kini kedua tangannya terentang ke atas. Pasrah dalam kenikmatan. Kepalanya meliuk-liuk tak karuan. Bulu ketiaknya yang lebat tampak menyeruak basah penuh keringat. Kedua kakinya kini terjulur, merentang ke samping. Tapi pinggulnya pelan-pelan bergerak ritmis, seiring kocokan tanganku. Tampak sekali ia menikmati perlakuanku.

Ada beberapa saat suasana agak hening. Yang terdengar hanya suara kocokan tanganku pada kontolnya dan desah kenikmatan dari mulutnya. Pinggulnya sesekali masih berputar-putar mengikuti remasan yang kulakukan. Lalu pelan-pelan ia mulai gelisah. Kali ini pantatnya mulai menyentak-nyentak ke atas. Lalu gerakan pinggulnya makin tak teratur. Patah-patah. Lalu mengejang. Dan akhirnya cairan putih kental menyembur banyak dan berkali-kali dari lubang kontolnya. Sebagian tumpah di atas perut dan dadanya. Tapi ada sebagian tadi yang muncrat ke wajahku. Segera saja aroma khas sperma menyebar. Aku menghirupnya laksana udara pagi yang segar menyehatkan. Aku puas melihat ia puas. Tapi tanganku masih berusaha memijati batang kontolnya yang mulai melemas. Sementara ia menggelepar lunglai dengan tubuh basah kuyup. Sesekali tubuhnya tersengal diiringi suara desah kepuasan dari mulutnya. Matanya merem melek, sayu, tapi penuh rasa puas.

"Gimana? Enak kan?" kataku sambil mendekat ke wajahnya. Senyumnya mengembang. Tangannya lalu meninju bahuku. Kami lalu tertawa bersama.
"Sampean ini..," katanya sambil berusaha bangun.
"Kenapa?" tanyaku.
"Bisa saja..," sahutnya masih tak jelas.
"Sampean nyesel ya?" tanyaku lagi. Ia menghela nafas. Lalu menggeleng.
"Belum pernah saya begitu," katanya.
"Begitu gimana? Diisap?" tanyaku penasaran.
"Semuanya!" sahutnya. Kembali kami tertawa.
"Tapi gimana? Enak 'kan? Suka nggak?" aku memberondong.
"Yahh, lumayan. Sudah dua minggu nggak muncrat!" katanya sambil ngakak.

Pantas, kataku dalam hati sambil mengamati tubuh bugilnya yang mulai beranjak bangun. Baru kusadari kalau laki-laki ini sexy sekali. Seluruh rambut dan bulu yang ada di tubuhnya tampak basah oleh keringat. Aku membiarkannya beberapa saat, sebelum akhirnya kupinjami ia handuk untuk mengeringkan tubuhnya.

Kami lalu berpakaian. Kubayar ia dua puluh ribu, tarif standar. Lalu kutambahi sepuluh ribu. Ia tertawa dan berusaha menolak, karena ia juga merasa mendapat 'service tambahan'. Tapi aku memaksanya untuk menerima uang itu. Tentu saja aku mengharap dia masih mau datang lagi. Dengan gaya kocak ia mengiyakan permintaanku, meski aku sendiri ragu.

Malam itu aku tidur dengan rasa puas. Puas karena kudapatkan laki-laki yang mungkin bisa jadi tempat pelampiasan birahiku selama ini. Hanya satu yang agak kusesali mengenai kejadian malam itu: aku lupa menanyakan namanya!

Ternyata namanya Hasbi. Suatu malam, setelah kurang lebih sebulan sejak pertemuan pertama dulu, dia kembali muncul. Kudapati ia sedang duduk di teras depan rumah kos menunggu aku pulang dari kantor. Katanya ia menunggu sejak maghrib tadi. Terus terang aku surprise dengan kedatangannya yang tampaknya sangat diniati itu. Tentu saja aku senang. Karena ia pasti punya maksud lebih dari sekedar ingin menawarkan jasa pemijatan. 

"Kok tahu kalau saya lagi pegal-pegal?" aku mulai becanda setelah kami saling bersalaman dan bertegur sapa layaknya kawan akrab. Ia cuma ber-'he he he' saja menanggapi guyonanku. Segera kupersilakan ia masuk ke kamar. Saat itulah aku menanyakan namanya dan ia menanyakan namaku. Lucu juga, kami baru berkenalan setelah sekitar sebulan ketemu.

Ternyata ia baru datang dari kampungnya. Ia membawa travel bag penuh berisi pakaian dan oleh-oleh. Ada sebulan ini ia pulang ke kampung. Pantas, pikirku. Selama ini aku tak pernah melihatnya beredar. Waktu itu aku sempat berpikir, jangan-jangan ia kapok dengan kejadian yang pernah kami lakukan dulu.

"Ya nggak lah," jawabnya ketika kutanyakan hal itu, "Saya pulang kampung mendadak. Paman saya sakit. Sekarang sudah sembuh," lanjutnya bercerita.
"Oo, terus ke sini mau ngapain?" aku mencoba menggodanya. Awalnya ia agak kaget dengan pertanyaanku itu. Tapi aku lalu menetralisir dengan tawaku.
"kalau gitu, saya pulang saja deh!" balasnya pura-pura ngambek sambil ketawa.

Aku lalu berbaring melepas penat. Sementara ia sibuk dengan isi travel bag-nya dan memberiku oleh-oleh makanan khas kampungnya.

"Makasih Mas Hasbi. Sampean baik banget sih," kataku.
"Walah, wong cuman oleh-oleh gitu kok," sahutnya dengan nada kocak.

Hasbi kulihat tampak lebih legam. Rambut ikalnya juga terlihat agak panjang. Ia sedikit gemukan. Tapi terus terang ia jadi kelihatan lebih ganteng. Cambang dan berewoknya tampak tak tercukur. Tapi menurutku malah pas dengan kumisnya yang khas itu.

"Mas Bowo, saya boleh numpang mandi nggak?" tanyanya kepadaku. Sialan! Mendengar kata 'mandi', tiba-tiba ada yang mengeras di dalam celanaku.
"Boleh saja. Mau mandi bareng apa?" sahutku menggoda.

Ia memeletkan lidahnya ke arahku. Meledek. Aku geli melihat ulahnya. Tapi aku merasa ia masih 'jaga jarak' denganku untuk hal-hal yang sensitif. Dan aku tak mau memaksa. Lagi pula jam segini teman-teman kos sudah mulai pada pulang.

"Boleh saya pinjam handuknya?" katanya kemudian.
"Boleh," aku lalu mengambil handuk dari lemari pakaian dan memberikan kepadanya."Sabun dan lain-lain ada di kamar mandi, di tempat plastik warna hitam," kataku menjelaskan.
"Ok. Makasih. Tapi saya mau ngelempengin punggung sebentar ah!," katanya sambil berbaring di karpet.
"Tiduran di atas aja Mas," kataku.

Tapi ia menolak. Aku lalu beranjak, nyetel musik, ganti pakaian, ambil minuman buat dia dan kembali berbaring di kasur. Kulihat matanya terpejam berbantal kedua tangannya. Sementara kakinya bergerak-gerak mengikuti irama musik. Aku mengambil koran dan mulai baca berita.

"Kamar mandinya sebelah mana?" katanya tiba-tiba. Ia sudah berdiri, bersiap mau mandi.
"Dari kamar ini ke kiri. Terus ke ke belakang, belok kanan," kataku menjelaskan.
"Ok. Saya mandi dulu ya!" ia pamitan.
"Ok," sahutku pendek.

Tak kuteruskan membaca koran. Karena kembali aku merasakan ketegangan di dalam celanaku. Membayangkan ia mandi, sambil menggosok tubuhnya yang padat berbulu. Ah! Aku sampai merogoh ke dalam celanaku dan mulai mengelus-elus milikku sendiri. Malam ini ada kejadian dengan dia nggak ya? Pikiranku menerawang ke mana-mana. Lalu tiba-tiba mataku tertumbuk pada handuk yang tadi kuberikan padanya, ternyata masih ada di atas kursi. Ia lupa membawanya. Segera kuambil handuk itu dan kuantar ke kamar mandi. Pikiranku makin ke mana-mana. Terus terang birahiku jadi naik. Nafasku menderu. Beberapa kali aku sampai menarik nafas.

Ada beberapa saat aku berdiri di depan pintu kamar mandi. Kebetulan waktu itu tidak ada teman kos yang kelihatan di sekitar situ. Sayup-sayup kudengar ia bersenandung. Entah lagu apa. Kontolku mulai ngaceng lagi.

"Mas Hasbi," kataku mulai mengetuk. Baru pada ketukan ketiga pintu dibuka.
"Handuknya ketinggalan," kataku setengah berbisik.

Ia sudah basah kuyup. Setengah tubuh bugilnya terhalang pintu. Tapi aku bisa melihat pinggulnya yang telanjang polos menyembul. Aku menelan ludah. Ia menerima handuk sambil tersenyum dan melihat ke arahku penuh arti. Sejenak kami bertatapan. Aku kembali menelan ludah.

"Makasih," katanya dan ada gelagat untuk tak segera menutup pintu.

Aku bisa menangkap sinyal-sinyal seperti itu dalam hitungan detik, dan tak boleh kusia-siakan. Maka kudorong pintu kamar mandi. Ia diam saja, bahkan mundur untuk memberiku jalan masuk. Begitu berada di dalam, mataku langsung terarah ke kontolnya. Besar, tapi belum tegang. Jembutnya yang lebat itu tampak basah kuyup. Kami lalu bertatapan. Hampir bersamaan aku dan dia menarik nafas. Sinyal kedua. Dan aku yakin akan ada kejadian malam ini. Maka segera kulolosi pakaianku, menemaninya mandi.

Punyaku yang sudah tegang itu langsung menyembul begitu celana dalam kulepas. Ia melirik dan tersenyum. Kami lalu saling memegang. Kuraih miliknya yang mulai membesar tapi belum tegang itu. Ia sempat menghindar, menarik pinggulnya ke belakang. Tapi aku terus mendesak sampai ia terpepet ke pinggir bak kamar mandi. Tanganku langsung menggenggam. Ia langsung menggeram. Kami lalu saling meremas. Kenikmatan langsung menjalar.

Dengan gemas aku meremas kontol yang selama sebulan ini memenuhi pikiranku. Tubuhnya yang basah memperlicin gerakan tanganku. Maka tak ada satu menit, batang kemaluannya yang besar itu langsung mengeras. Aku lalu mengguyurkan air ke tubuhku. Tentu saja ia terkaget. Tapi ini cuma trik untuk membuat suara-suara supaya tidak menimbulkan kecurigaan di luar. Tanganku lalu membuka kran sehingga suara aliran airnya lumayan bisa untuk menambah kamuflase.

Sedapat mungkin kami harus menahan suara-suara yang mencurigakan. Dan ini agak susah untuk dilakukan. Karena ketika tangan kami saling meremas dengan menggunakan sabun, rasa nikmat yang timbul sangat sulit untuk kami atasi. Hasbi terus mendesis-desis keenakan. Sementara nafasku terdengar menderu dari hidung dan mulutku. Mata kami sama-sama sayu tapi saling menatap tak berkedip. Kelihatan sekali kalau ia lagi bernafsu. Matanya memicing. Mulutnya menganga dengan nafas menderu. Rambut dan kumisnya yang basah membuatnya tampak sexy. Ada dorongan kuat ingin menciumnya. Tapi aku berusaha menahan diri. Takut malah merusak acara. Maka aku hanya bisa mendekatkan wajahku, sambil menikmati hembusan nafas birahinya yang panas menerpa-nerpa pipiku.

"Mau dikeluarin di sini?" tanyaku berbisik
"Terserah..," desahnya
"Enak?" tanyaku lagi sambil memilin kontolnya
"Enak banget.." jawabnya sambil membalas meremas kontolku dengan gerakan yang liat. Aku meringis. Memang enak..
"Mas Bowo mau dikeluarin juga?" tanyanya di sela-sela desahan

Aku diam, tak menanggapi. Aku takut kalau acaraku dengan dia hanya selesai kamar mandi ini. Terus terang malam ini aku menginginkan bisa berbuat lebih jauh dengan dia di tempat tidur.

"Atau kita ke kamar saja?" aku menawari.

Ia menggeleng dengan alasan tanggung. Berarti ia mau dituntaskan di sini. Ya sudah, pikirku. Aku pun tampaknya sudah tak kuat menahan desakan rasa nikmat di pangkal kemaluanku. Apalagi ia kini mulai memain-mainkan biji pelirku dengan busa sabun. Pahaku langsung meregang. Dan kurasakan tangannya malah makin menelusup ke bawah, ke celah pantatku, menggelitik sejenak, lalu kembali mengerjai biji pelir dan batang kemaluanku bergantian. Apakah ia kenal perilaku seksual sesama lelaki atau cuma kebetulan saja? Aku sempat menatap heran ke arahnya ketika ia menyentuh anusku tadi.

"Kenapa? Enak?" tanyanya sambil nyengir, menanggapi tatapanku.
"Eenghh..," aku hanya bisa mendengus sambil mulai merambah celah pantatnya juga.
"Geli nggak?" tanyanya lagi
"Gelian mana sama ini," sahutku sambil kutelusupkan jari tengahku ke celah pantatnya.

Suara 'oh' tertahan terlontar dari mulutnya. Kepalanya agak tengadah, dan matanya kemudian terpejam menikmati sentuhan jariku pada sela-sela pantatnya. Kunikmati ekspresi wajah laki-laki yang sedang kenikmatan itu. Sebuah pemandangan sexy yang jarang kulihat.

Ada beberapa menit kami masih saling merangsang dengan berbagai cara. Saling membalas. Bergantian menyentuh bagian-bagian yang kami anggap nikmat apabila disentuh. Dan acara saling 'nyabun' ini akhirnya mencapai puncaknya ketika Hasbi tiba-tiba mendesak tubuhku ke arah dinding kamar mandi, sambil berbisik kalau ia mau 'keluar'. Dirapatkannya tubuhnya ke tubuhku hingga kontol kami beradu dan saling menggesek dalam kondisi penuh dengan busa sabun. Tentu saja licin dan menimbulkan rasa geli yang enak. Aku pun langsung membalas gerakan pinggulnya.

Dan akhirnya kami saling berdekapan, saling menekan dan menggesek dengan asyiknya. Beberapa saat kemudian rasa enak itu berpuncak pada semburan air kenikmatan yang datang saling menyusul. Dia muncrat duluan diiringi erangan tertahan. Lalu menyusul milikku yang muncrat dalam genggamannya. Setiap semprotan yang keluar kami iringi dengan hentakan pinggul karena rasa nikmat yang luar biasa. Ia berusaha meredam ekspresi puncak birahinya dengan cara menekan mulutnya di bahuku sementara aku menenggelamkan wajahku di lehernya. Tangan kami saling berusaha menekan pantat agar makin merapat. Kurasakan titik pusat pertemuan di selangkangan kami makin terasa licin oleh campuran sabun dan air mani. Sesekali di sisa-sisa puncak kenikmatan, aku dan dia masih saling menggesek. Rasa geli yang muncul sesekali menimbulkan desiran dan membuat tubuh kami bergetar.

Ada beberapa saat kami masih saling berdekapan di dinding kamar mandi, sebelum akhirnya membasuh badan dan menyelesaikan mandi. Aku yang pertama kali keluar dari kamar mandi, sekedar untuk melihat situasi di luar, apakah ada teman kos atau tidak. Begitu suasana kulihat aman, aku segera memberitahu Hasbi untuk segera ikut keluar.

Sesampai di kamarku, kami langsung berganti pakaian dan segera keluar untuk cari makan malam. Hasbi berniat menginap. Tentu saja aku senang. Selesai makan, kami ngobrol-ngobrol santai sambil nonton TV. Kurang lebih jam 10 kulihat ia sudah molor di sampingku. Mungkin capek setelah melakukan perjalanan dengan bis antar kota yang makan lebih dari setengah hari. Mungkin juga capek oleh acara di kamar mandi tadi.

Ia tidur memakai celana pendek dan kaos milikku. Kuamati tubuhnya. Ia memang nampak lebih berisi. Perutnya tampak penuh, bergerak seiring dengkurnya yang halus. Dengan celana pendek yang dipakainya, pahanya yang penuh bulu itu terlihat padat kokoh. Wajahnya teduh. Meskipun ia agak 'berantakan' dengan cambang dan brewoknya yang sudah seharusnya dicukur. Dan ketika aku melihat kumisnya, kembali ada dorongan untuk menciumnya. Tapi aku tak yakin, meski tanganku pelan-pelan mulai menyentuh bibirnya. Kurasakan hembusan hangat dari hidungnya. Ia tak bergeming, bahkan ketika kubelai kumisnya. Aku sempat menarik nafas, sebelum akhirnya kuberanikan diri mencium bibirnya. 

Ada beberapa detik bibir kami bertemu. Ia tetap tak bergeming, sampai akhirnya ia mendesah dan aku segera melepas ciumanku. Aku takut ia tak berkenan. Tapi kulihat matanya tetap terpejam, hanya bibirnya sedikit bergerak-gerak seperti orang tengah mengecap sesuatu. Lalu kembali terlelap. Aku mematikan lampu dan menyusul tidur.

Subuh. Udara dingin. Kurasakan ada tangan kokoh memelukku dari belakang. Sesaat kemudian aku sadar kalau Hasbi menginap. Dan kini ia tengah mendekapku. Kurasakan hembusan nafasnya di leherku. Mungkin ia memelukku tanpa sadar, mengira aku guling. Kudengar ia masih mendengkur pelan. Di luar masih gelap. Udara dingin subuh tampaknya telah membuat Hasbi mempererat dekapannya. Kakinya melingkar di pinggulku dari arah belakang. Dan sebuah benda padat agak kenyal terasa menekan bukit pantatku. Aku terangsang. Punyaku yang sudah bangun pagi itu jadi makin menegang. Apalagi tonjolan miliknya itu makin lama kurasakan makin mengeras menekan. Sesekali aku pura-pura menggeliatkan pinggulku sekedar untuk membuat gerakan menggesek. Tanpa sadar, Hasbi makin mempererat dekapan dan belitan pahanya ke tubuhku, seolah takut 'guling'-nya lepas. Setelah beberapa kali melakukan manuver itu, Hasbi akhirnya terbangun dan agak kaget menyadari ia tengah memelukku dari belakang.

"Sorry.." ujarnya pendek sambil menarik tangan dan kakinya yang tadi membelitku.
"Ehh.. sudah bangun?" balasku seolah-olah aku juga baru terbangun."Ada apa?" lanjutku pura-pura tak tahu.
"Nggak. Dingin aja," sahutnya pendek.
"Sama," kataku sambil memegang pinggangnya.

Ia diam saja, tapi kemudian pura-pura memukul perutku. Kupegang tangannya. Ia mengelak, dan kemudian malah melingkarkan tangannya. Memeluk tubuhku. Lalu kubalas pelukannya. Sesaat kemudian kami saling mendekap, saling mengelus punggung, makin dekat, makin erat. Lalu tiba-tiba tubuh kami sudah saling tindih, saling menggesek dalam dinginnya udara subuh.

Kudengar ia mulai mengeram pelan setiap bagian depan tubuh kami bersentuhan. Tak jarang ia membuat gerakan menekan, sehingga aku bisa merasakan kalau kemaluannya sudah mengeras. Ada beberapa saat kami bergelut dengan cara seperti itu. Sampai akhirnya kucoba menelusupkan tanganku ke celana pendeknya. Ia mendengus merasakan genggamanku. Ia lalu membalas. Maka acara pun berganti menjadi acara saling meremas.

Ia yang pertama kali menarik lepas celanaku, lalu menelanjangiku sebelum ia sendiri melepas seluruh pakaiannya. Oh, akhirnya kudapatkan laki-laki ini. Semua yang diinginkannya kini adalah mengajakku main sex pagi ini. Menyalurkan hasratnya yang sejak selama ini terus kupancing untuk dilampiaskan padaku.

Tubuh bugilnya langsung menghimpit tubuhku. Menekan dan menggesek-gesek. Sesekali ia menyelipkan kontolnya ke celah pahaku yang basah oleh keringat. Lalu tubuhnya menyentak, menyodok-nyodok. Kasar sekali.

"Masshh.." bisikku ke kupingnya, "Pelan-pelan.."
"Hheehh.." ia hanya mendengus lalu kembali menggeluti tubuhku.

Sejenak kemudian kuputar tubuhnya sehingga gantian aku yang menindihnya. Nafasnya menderu penuh nafsu. Perutnya yang penuh bulu itu tampak basah berkeringat. Kugenggam batang kemaluannya dan kukocok pelan-pelan. Ia mulai menggelinjang. Keenakan.

"Isapp.. Mass.." rintihnya tiba-tiba. Lalu kudekati wajahnya yang menegang penuh nafsu itu.
"Cium dulu.." kataku mencoba bernegosiasi.

Kudekatkan bibirku ke bibirnya. Sejenak kami saling bertatapan, sebelum akhirnya ia membuka bibirnya untuk kucium. Kucari cara agar ia benar-benar bisa menikmati ciuman antar lelaki ini. Kujilati dan kukulum bibirnya, kumasukkan dan kumainkan lidahku ke mulutnya, kucium ia dengan mesra, liat, bergantian. Dan ketika lidahnya kurasakan mulai mencoba masuk ke mulutku, aku merasa berhasil membuatnya menikmati ciuman dengan seorang lelaki.

Setelah puas berciuman, aku langsung menuju ke bawah untuk memenuhi keinginan oral seks-nya. Tubuhnya langsung menggeliat. Kedua kakinya meregang lebar-lebar, sehingga kepalaku leluasa menyelip. Kupegangi kedua pahanya dan kubenamkan wajahku ke selangkangannya. Bau tubuhnya yang segar langsung menyergap. Bulu kemaluannya yang lebat pun langsung menyeruak menggelitik hidung dan pipiku. Aku menghisap dan terus menghisap. Entah berapa banyak air liurku berlelehan di sekujur kontolnya. Sesekali kuusap dan kuremas kantung pelirnya dan kupermainkan tonjolan bijinya. Ia tersentak dan mengerang setiap kulakukan itu. Aku berharap ia tak segera ejakulasi, karena sebenarnya aku belum puas melamuti kontolnya. Tapi ketika aku mencoba menarik mulutku, tangannya langsung menekan kepalaku. Dan aku pun akhirnya harus menyelesaikan semuanya sampai ia orgasme. Spermanya sengaja kubiarkan menyembur ke dalam mulutku, berkali-kali. Baunya khas dan terasa masih segar di pagi hari ini. Usai pelepasan hasrat birahi itu, tubuhnya langsung menggelosor penuh kepuasan.

Beberapa saat kemudian kutindih tubuhnya. Tapi ia mengelak dan bergantian menindihku. Kurasakan tangannya menggenggam milikku. Meremas dan sesekali mengocoknya. Mata kami sempat bertatapan lama. Pandangannya sayu. Mungkin karena sisa orgasmenya masih ia rasakan. Sementara aku hanya diam menatapnya. Mataku meminta ia melakukan sesuatu padaku. Aku ingin tuntas. Mudah-mudahan ia mengerti maksud tatapanku.

"Kenapa?" tiba-tiba ia menanyaiku dengan mimik kocak. Mungkin ia menangkap tatapanku yang rada aneh.
"Jangan cuma dikocok dong..," balasku sambil mengelus tangannya yang masih terus memegangi milikku.
"Terus diapain?" sahutnya.

Aku ragu menyampaikan keinginanku. Tapi melihat sikapnya yang agak santai, aku akhirnya meminta ia untuk memilih: melakukan oral atau anal seks untukku. Kulihat wajahnya agak ragu, menimbang-nimbang. Sesaat kemudian ia tersenyum nakal ke arahku.

"Punya pelumas nggak?" tanyanya.

Rupanya ia memilih untuk menyetubuhiku saja. It's all right. Mungkin ia berpikir bahwa perbuatan itu tak ubahnya persenggamaan normal dengan perempuan. Sementara oral seks terhadap laki-laki mungkin sesuatu yang masih aneh buat dia.

"Sudah pernah?" tanyaku sambil menyerahkan sebotol kecil baby oil padanya. Ia menggeleng dengan mimik yang lucu.
"Tapi saya tahu caranya..," ujarnya sambil mulai mengoleskan cairan licin itu ke sekitar anusku.

Ia seorang pemijat. Ia tahu tahu apa yang harus diperbuat. Sejenak saja celah anusku telah digarap oleh jari-jarinya. Aku pasrah saja. Bahkan ketika ia mulai melakukan penetrasi. Semuanya berjalan lancar karena celahku bukan sekali ini saja dimasuki batang laki-laki.

Gerakannya lembut. Sepertinya ia tengah menikmati sebuah sensasi baru. Posisi kami yang saling berhadapan memungkinkan mata kami saling bertatapan. Kulihat ia mulai mendesis dan sesekali melenguh kenikmatan. Aku pun mulai kenikmatan dengan sodokan-sodokannya yang lembut dan ritmis. Akhirnya kami saling memacu dengan nafas yang makin lama makin menderu. Dan ketika ia menyambar kontolku dan mulai mengocoknya, aku merasakan sebuah kenikmatan yang sangat tinggi. Sampai akhirnya pejuhku muncrat berhamburan membasahi perutnya. Dan beberapa saat kemudian ia pun mencapai puncak kenikmatannya dengan membenamkan batang kemaluannya sedalam-dalamnya, memeluk tubuhku dan menggigiti bahu kananku. Aku yakin ia telah bisa menikmati semua ini. Menikmati hubungan sesama lelaki. Memang semua ini baru awal. Tapi aku yakin akan ada kesempatan bagi kami berdua untuk ketemu dan melakukan semua ini di hari-hari selanjutnya.

Keringat berlumuran di tubuh kami berdua. Hawa kamar rasanya panas sekali. Padahal di luar pagi masih sangat dini. Masih subuh, dan cahaya matahari sama sekali belum muncul. Tapi hari ini rasanya aku telah mendapat sebuah matahari baru yang lebih hangat dan terang dalam kehidupanku....!!!

The End

Source : https://www.facebook.com/note.php?note_id=205726686176969